Terlambat, malas, mbolos, kerja
tanpa program dan lain-lain merupakan penyakit birokrasi yang sulit
dipecahkan. Meski sanksi telah diterapkan, tetapi hal itu tampaknya
belum ampuh, untuk mengubah budaya kerja pegawai. Sebuah terobosan
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Demak sejak tahun 2009 lalu dengan
menerapkan 10 budaya malu.
Tidak main-main, terobosan ini diperkuat
dengan Peraturan Bupati No. 23 tahun 2009 tentang Pedoman Pengembangan
Budaya Kerja Aparatur di Lingkungan Pemkab. Demak, dan ditindaklanjuti
dengan pembentukan Tim Pengembangan Budaya Kerja berdasarkan Keputusan
Bupati No.061/481 /2009. Untuk menggairahkan para pegawai,
diterbitkanlah Peraturan Bupati tentang Tambahan Penghasilan, sebagai
bentuk penghargaan dan sanksi.
Agar program tersebut berhasil, diciptakan program-program pendukungnya, seperti pemilihan role model (teladan),
forum budaya kerja, program peningkatan disiplin dan profesionalisme,
peningkatan akhlak, semangat dan motivasi kerja, dan peningkatan
pelayanan publik.
10 Budaya Malu itu disosialisasikan
melalui pembinaan teknik (Bintek) kepada kelompok kerja budaya kerja,
yang berlanjut dengan sosialisasi kepada PNS di seluruh SKPD. Penerapan
budaya malu diikuti dengan inspeksi ke SKPD, penetapan Tupoksi untuk
Jabatan fungsional umum, fasilitasi dan monitoring, mindshifting. penyusunan SOP, Standar Pelayanan Publik, dan sikap pelayanan 3-S (Senyum, Salam dan Sapa).
Bupati Demak H.M. Dachirin Said
mengatakan, pengembangan budaya kerja aparatur di Kabupaten Demak
bertujuan untuk mewujudkan karakter aparatur yang berakhlak mulia,
beretika, berdisiplin, bertanggungjawab, produktif dan professional,
menciptakan lingkungan kerja yang mendukung peningkatan kinerja. “Selain
itu untuk meningkatkan citra aparatur dalam mengubah pola pikir, pola
sikap dan pola tindak, membangun karakter jati diri aparatur pemerintah
sebagai pelayan masyarakat,” ujarnya dalam percakapan dengan crew Majalah Layanan Publik di Demak baru-baru ini.
Keinginan Pemkab Demak untuk memiliki
dan mengembangkan budaya kerja yang memiliki karakter yang lebih agamis,
sangat beralasan mengingat daerah ini dikenal sebagi Kota Wali (Sunan
Kalijogo). Melalui pengembangan budaya. Kerja unggul ini, diharapkan
para pegawai memperoleh kesempatan untuk berperan, berprestasi,
aktualisasi, lebih memahami hidup dan pengabdiannya sebagai pegawai
Pemkab. Demak.
Melalui pengembangan budaya kerja ini
bagi instansi diharapkan dapat meningkatkan kerjasama, mengefektifkan
koordinasi, integrasi, memperlancar komunikasi dan kerja sama. Dan bagi
pemerintah daerah meningkatkan kinerja aparaturnya dalam penyelenggaraan
pemerintah, pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Adapun fokus nilai budaya kerja Aparatur
Pemerintah Kab. Demak dirumuskan dengan sebutan “PASTI”, yang semula
merupakan kependekan dari : profesionalisme, akhlak, semangat, motivasi
dan ikhlas. Namun pada pada tahun 2013, pengertian berubah menjadi lebih
terukur yakni : Profesionalisme, Akuntabel, Semangat, Tidak
Diskriminatif, dan Integritas”.
Role Model, Dipilih dari dan oleh Pegawai.
Salah satu faktor penting penentu
keberhasilan pengembangan budaya kerja dalam lingkungan suatu organisasi
adalah adanya keteladanan dari pimpinan. Pimpinan organisasi mempunyai
lingkar pengaruh yang luas, sehingga perilaku pimpinan akan menjadi
contoh bagi para bawahan untuk bertindak dan berperilaku.
Perilaku pimpinan yang baik, sesuai
dengan nilai-nilai yang dianut organisasi akan memudahkan usaha untuk
mengubah perilaku bawahannya. Dengan demikian, keteladanan merupakan
faktor kunci keberhasilan dalam menanamkan nilai-nilai.
Untuk menanamkan nilai-nilai yang dianut
sehingga terintegrasi dan tercermin dalam setiap operasionalisasi
kegiatan organisasi serta perilaku setiap anggota organisasi bukanlah
hal yang mudah. Perlu suatu aksi nyata yang diimplementasikan dengan
komitmen penuh agar penanaman nilai-nilai tersebut berhasil diwujudkan.
Suatu aksi nyata yang digagas adalah “Role Model”. Menurut Britannica Encyclopedia, pengertian role model adalah: “a person whose behavior in a particular role is imitated by others”. Dalam hal ini, yang menjadi role model adalah
pejabat atau pimpinan yang selalu mempromosikan dan menjalankan
keteladanan berperilaku atas peran tertentu dalam setiap kesempatan yang
memungkinkan di lingkungan organisasi bersangkutan dan dijadikan contoh
oleh pegawai bawahannya.
Kepala Bagian Organisasi dan Kepegawai
Pemkab. Demak, Anjar mengungkapkan bahwa, cara pemilihan role model
yaitu dengan mekanisme pemilihan langsung oleh para pegawai. Dalam
pemilihan role mode lebih dahulu ditetapkan kriterianya, setelah itu setiap pegawai boleh menunjuk siapa saja yang dianggap menjadi teladan.
Caranya, setiap pegawai mengisi formulir
yang sudah disediakan dan memasukannya ke kotak yang telah disediakan.
Selesai pemilihan, kotak dibuka, dan diumumkan siapa yang menjadi role model. Setelah terpilih ditetapkan dengan surat keputusan bupati. “Seseorang bisa saja menjadi role model untuk 2 jenis, misalnya bidang kedisiplinan dan bidang masalah kinerja,” ucap Anjar.
5 masalah
Bukan tanpa alasan, Pemkab Demak focus
pada pengembangan budaya kerja. Setidaknya ada 5 masalah yang menjadi
sebab masih rendahnya kinerja pegawai, yaitu disiplin, rendahnya
inisiatif dan semangat kerja, belum dilaksanakannya sanksi secara
konsisten dan tegas; pencapaian kinerja yang belum maksimal, dan
kurangnya penguasaan teknologi informasi. Hal itu dilatarbelakangi oleh
kurangnya keteladanan, komunikasi, beban kerja yang tidak merata,
pengawasan, keberanian pejabat struktural, belum adanya sistem evaluasi
kinerja, dan kepedulian yang rendah.
Untuk mengetahui sejauh mana
implementasi pengembangan budaya kerja itu berjalan atau tidak di
lapangan, Pemkab Demak telah membuat instrumen penilaian. Menurut Kepala
Bagian Organisasi dan Kepegawaian Pemkab Demak, Anjar, instrumen itu
meliputi motto unit kerja dalam pelayanan, komitmen pimpinan, uraian
mengenai rencana pelaksanaan budaya kerja, dan bagaimana pemecahan
masalah-masalah yang timbul dalam membangun budaya kerja yang unggul.
“Setiap saat harus ada evaluasi baik harian maupun per bulan,” ujarnya.
Setelah masing masing memiliki rencana
kerja, harus diikuti dengan implementasinya. Mulai dari penanaman etika,
peningkaan disiplin, pelaksanaan program Total Quality Control ,
pelaksanaan program kebersamaan dan kesejahteraan, dan penciptaan
mekanisme monitoring. Sebulan sekali bupati melakukan dialog secara
terbuka dengan para pegawai. Hal ini dilakukan secara rutin, bergilir
dari SKPD yang satu ke SKPD yang lainnya. “Bupati juga sering melakukan
inspeksi secara mendadak, melihat disiplin para pegawai, termasuk dalam
pelayanan kepada masyarakat,” tuturnya.
Supaya program ini berjalan efektif,
dilakukan penilaian dan pemeringkatan dari nomor satu hingga yang paling
bawah. Penilaian dilakukan oleh Tim Budaya Kerja Aparatur Kabupaten
Demak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar