Sejarah Angklung
Sebelumnya
alat musik angklung hanya dicap sebagai alat musik tradisional yang
hanya memiliki beberapa tangga nada yang di bunyikan secara monoton , dapat
dibuat rupa menjadi set angklung dengan nada – nada Diakotnis –
Kromatis sehingga mampu memainkan musik ” barat “.Oleh karena itu kita wajib
berterima kasih kepada Almarhum Daeng Soetigna.
Alat
musik angklung ini sudah ada sebelum beredirinya kerajaan Sunda,
yaitu sekitar tahun 1030 masehi, namun pada saat itu alat musik
angklung sangat terbatas padahal alat musik angklung tersebut akan digunakan
untk ritus keyakinan masyarakat setempat terutama pada saat menjelang musim
tanam padi. Dan saat itu angklung masih belum memiliki nada-nada seperti
sekarang ini.
Namun ada
juga tokoh penting dalam perkembangan angklung modern di Jawa Barat yaitu Udjo
Ngalagena. Udjo mengembangkan angklung tradisional menjadi nada
da-mi-na-ti-la-da, yang belajar dari tokoh musik Machyar. Ada
juga tokoh yang berupaya mengembangkan alat musik angklung yaitu J.C. Deagan,
seorang Belanda yang merupakan guru musik Daeng. Namun Daenglah yang
berhasil mengembangkan alat musik angklung sehingga mencapai standar nada
diatonik-kromatik (do-re-mi-fa-sol-la-si-do) yang lengkapnya terdiri dari 12
nada. Angklung ini yang kemudian dijuluki Angklung Padaeng yang dikenal sebagai
angklung modern.
Ketertarikan
Daeng Soetigna, lahir di Garut, 13 Mei 1908, pada alat musik angklung berawal
saat melihat dua orang pengamen bermain angklung. Sebagai guru kesenian
dan mengajar pramuka, saat itu Daeng berpikir bagaimana membuat angklung
yang lain, yang bisa dipakai sebagai alat pendidikan seni musik. Kemudian
dia membeli angklung dari pengamen tersebut dan berpikir keras untuk membuat
angklung.
Setelah
melalui berbagai eksperimen, Daeng berhasil mengembangkan angklung menjadi
memiliki tangga nada do-re-mi-fa-sol-la-si-do, maka diapun mengajarkan angklung
ciptaannya ke anak didiknya di kepanduan. Saat itu ia juga menuai protes
karena dengan mengajarkan angklung maka ia dianggap mengajar anak didiknya jadi
pengamen… Tetapi sejarah berkata lain, hasil perjuangannya dalam
mengembangkan angklung berhasil membuat Presiden Soekarno terkagum-kagum.
Pada tanggal
12 Nofember 1946 Presiden Soekarno mengadakan jamuan makan malam
untuk para diplomat asing di Kabupaten Kuningan. Yang menggelar acara
hiburan berupa musik angklung karya Daeng Soetigna yang dimainkan oleh anak
didiknya. Karena pertunjukan pada malam itu sukses , pamor
angklung-pun terangkat dari sekedar alat musik pengamen menjadi alat
musik yang bisa disejajarkan dengan alat musik barat. Daeng Soetigna
mendapatkan penghargaan Satyalenca Kebudayaan dari Presiden Soeharto pada tahun
1968 dan Anugerah Bintang Budaya Parana Dharma dari Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (2007).
Oleh
karena itu kita wajib berbangga karena angklung yang dulunya
berasalah dari asli tanah Sunda , namun sekarang sudah mendunia, tetapi
kita harus tetap waspada karena Malaysia konon mulai meng-klaim angklung
sebagai miliknya dengan sebutan bamboo Malay.
Oleh
karena itu kita sebagai warga Negara Indonesia harus berusaha dalam
melestarikan alat musik angklung. Dan kita harus menghargai jerih payah
Udjo dan Daeng yang telah mengembangkan angklung dengan konsep 5M
(murah, mudah, massal, mendidik, dan menyenangkan) sehingga angklung dapat
diterima oleh berbagai kalangan usia, tingkat pendidikan dan strata social .
Pengertian
Angklung
Angklung adalah
alat musik tradisional Indonesia yang berasal dar Tanah Sunda,
terbuat dari bambu,
yang dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan
pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3,
sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Laras (nada) alat
musik angklung sebagai musik tradisi Sundakebanyakan adalah salendro dan pelog. Musik Angklung
= Musik Natural
Angklung
adalah musik yang harus ditampilkan secara natural. Angklung memiliki
karakteristik suara seperti angin. Keindahan suara angklung hanya dapat
dinikmati apabila angklung dimainkan secara bersama-sama karena satu angklung
hanya dapat memainkan satu nada sehingga butuh banyak angklung untuk dapat
memainkan suatu repertoir. Angklung harus dimainkan secara bersama-sama maka
musik angklung bisa dianggap sebagai sumber suara bidang yang unik. Angklung
dikatakan unik karena suara nada bisa dimainkan pada tempat yang berbeda pada
barisan. Suara angklung yang dihasilkan haruslah tercampur dengan baik sehingga
penonton sulit membedakan posisi sebenarnya dari nada yang dimainkan. Suara
angklung yang seperti ini yang tidak dimiliki instrumen lain terutama instrumen
barat.
Menurut
seniman angklung, suara angklung yang bagus adalah yang bersuara angklung dan
bukan bersuara bambu. Suara bambu adalah suara angklung apabila suara bambu
yang bertabrakan terdengar dominan. Hal ini terjadi apabila angklung didengar
pada suara yang sangat dekat. Suara angklung yang baik adalah apabila
digetarkan terdengar seperti desiran angin. Dan suara ini timbul dari proses
yang kompleks. Masalah yang sering timbul pada saat pengambilan suara dengan
mikrofon adalah suara bambu yang dominan. Suara angklung yang terbaik adalah
suara natural dan suara natural akan terdengar dengan baik pada ruangan dengan
akustik yang baik.
Angklung
terbuat dari bambu, dan dimainkan dengan cara digoyangkan. Satu angklung bisa
menghasilkan 2 sampai 3 nada untuk setiap ukuran angklung.
Angklung lahir dari sebuah mitos di masyarakat Sunda terhadap Nji Sri Pohaci sebagai Dewi Sri penghidupan. Dalam perenungan masyarakat Sunda dalam mengelola pertanian, menghasilkan syair-syair pemujaan dan penghormatan terhadap Dewi Sri.
Pada perkembangannya angklung juga digunakan sebagai alat penggugah semangat dalam pertempuran. Sehingga dalam situs Wikipedia menyebutkan bahwa angklung pernah dilarang pada masa penjajahan, hal tersebut menyebabkan popularitas angklung menurun pada saat itu, dan angklung hanya sering dimainkan oleh anak-anak.
Angklung lahir dari sebuah mitos di masyarakat Sunda terhadap Nji Sri Pohaci sebagai Dewi Sri penghidupan. Dalam perenungan masyarakat Sunda dalam mengelola pertanian, menghasilkan syair-syair pemujaan dan penghormatan terhadap Dewi Sri.
Pada perkembangannya angklung juga digunakan sebagai alat penggugah semangat dalam pertempuran. Sehingga dalam situs Wikipedia menyebutkan bahwa angklung pernah dilarang pada masa penjajahan, hal tersebut menyebabkan popularitas angklung menurun pada saat itu, dan angklung hanya sering dimainkan oleh anak-anak.
Asal-usul
Angklung
Dalam
rumpun kesenian yang menggunakan alat musik dari bambu dikenal jenis kesenian
yang disebut angklung. Adapun jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat
musik tersebut adalah awi wulung (bambu berwarna hitam) dan awi temen (bambu
berwarna putih). Purwa rupa alat musik angklung; tiap nada (laras) dihasilkan
dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk wilahan (batangan) setiap ruas bambu
dari ukuran kecil hingga besar.
Angklung
merupakan alat musik yang berasal dari Jawa Barat. Angklung gubrag di Jasinga,Bogor, adalah salah satu
yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau. Kemunculannya berawal dari
ritus padi. Angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun
ke Bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur.
Dikenal
oleh masyarakat sunda sejak masa kerajaan Sunda,
di antaranya sebagai penggugah semangat dalam pertempuran. Fungsi angklung
sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa sampai pada masa penjajahan,
itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat
melarang masyarakat menggunakan angklung, pelarangan itu sempat membuat
popularitas angklung menurun dan hanya di mainkan oleh anak- anak pada waktu
itu.
Asal usul
terciptanya musik bambu, seperti angklung berdasarkan pandangan hidup
masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (pare) sebagai
makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai
lambang Dewi Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip).
Perenungan
masyarakat Sunda dahulu dalam mengolah pertanian (tatanen) terutama di sawah
dan huma telah melahirkan penciptaan syair dan lagu sebagai penghormatan dan
persembahan terhadap Nyai Sri Pohaci, serta upaya nyinglar (tolak bala) agar
cocok tanam mereka tidak mengundang malapetaka, baik gangguan hama maupun
bencana alam lainnya. Syair lagu buhun untuk menghormati Nyi Sri Pohaci
tersebut misalnya:
Si
Oyong-oyong
Sawahe si
waru doyong
Sawahe
ujuring eler
Sawahe
ujuring etan
Solasi
suling dami
Menyan
putih pengundang dewa
Dewa-dewa
widadari
Panurunan
si patang puluh
Selanjutnya
lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut
disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu
yang dikemas sederhana yang kemudian lahirlah struktur alat musik bambu yang
kita kenal sekarang bernama angklung. Perkembangan selanjutnya dalam permainan
Angklung tradisi disertai pula dengan unsur gerak dan ibing (tari) yang ritmis
(ber-wirahma) dengan pola dan aturan=aturan tertentu sesuai dengan kebutuhan
upacara penghormatan padi pada waktu mengarak padi ke lumbung (ngampih pare,
nginebkeun), juga pada saat-saat mitembeyan, mengawali menanam padi yang di
sebagian tempat di Jawa Barat disebut ngaseuk.
Demikian
pula pada saat pesta panen dan seren taun dipersembahkan permainan angklung.
Terutama pada penyajian Angklung yang berkaitan dengan upacara padi, kesenian
ini menjadi sebuah pertunjukan yang sifatnya arak-arakan atau helaran, bahkan
di sebagian tempat menjadi iring-iringan Rengkong dan Dongdang serta Jampana
(usungan pangan) dan sebagainya.
Dalam
perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke
Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908 tercatat
sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand,
antara lain ditandai penyerahan angklung, lalu permainan musik bambu ini pun
sempat menyebar di sana.
Bahkan,
sejak 1966, Udjo Ngalagena —tokoh
angklung yang mengembangkan teknik permainan berdasarkan laras-laras pelog,
salendro, dan madenda— mulai mengajarkan bagaimana bermain angklung kepada
banyak orang dari berbagai komunitas.
Angklung
Kanekes
Jawa
Barat. Angklung Kanekes yaitu angklung yang terdapat pada masyarakat Badui.
Angklung ini dibuat tidak hanya semata-mata sebagai alat penghibur masyarakat,
melainkan alat musik yang digunakan hanya pada waktu tertentu saja. Angklung
ini oleh masyarakt Baduy hanya bisa dimainkan pada waktu menanam, namun untuk
enam bulan berikutnya angklung dan alat musik lainnya tidak bisa dimainkan.
Dalam
sajian hiburan, Angklung biasanya diadakan saat terang bulan dan tidak hujan.
Mereka memainkan angklung di buruan (halaman luas di pedesaan)
sambil menyanyikan bermacam-macam lagu, antara lain: Lutung Kasarung, Yandu
Bibi, Yandu Sala, Ceuk Arileu, Oray-orayan,Dengdang, Yari
Gandang, Oyong-oyong Bangkong, Badan Kula, Kokoloyoran,
dll.
Nama-nama
angklung di Kanekes dari yang terbesar adalah: indung, ringkung, dongdong,
gunjing, engklok, indung leutik, torolok, dan roel. Roel yang terdiri dari 2
buah angklung dipegang oleh seorang. Nama-nama bedug dari yang terpanjang
adalah: bedug, talingtit, dan ketuk. Penggunaan instrumen bedug terdapat
perbedaan, yaitu di kampung-kampung Kaluaran mereka memakai bedug sebanyak 3
buah. Di Kajeroan; kampung Cikeusik, hanya menggunakan bedug dan talingtit,
tanpa ketuk. Di Kajeroan, kampung Cibeo, hanya menggunakan bedug, tanpa
talingtit dan ketuk.
Di
Kanekes yang berhak membuat angklung adalah orang Kajeroan (Tangtu; Baduy
Jero). Kajeroan terdiri dari 3 kampung, yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik.
Di ketiga kampung ini tidak semua orang bisa membuatnya, hanya yang punya
keturunan dan berhak saja yang mengerjakannya di samping adanya syarat-syarat
ritual. Pembuat angklung di Cikeusik yang terkenal adalah Ayah Amir (59), dan
di Cikartawana Ayah Tarnah. Orang Kaluaran membeli dari orang Kajeroan di tiga
kampung tersebut.
Angklung
Dogdog Lojor
Angklung
Dogdog Lojor terdapat pada masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan yang tersebar
di daerah Gunung Halimun (Berbatasan dengan daerah Sukabumi, Bogor, dan Lebak).
Dogdog Lojor sebenarnya adalah sebuah kesenian, namun kesenian ini juga
menggunakan angklung sebagai alat musik. Dulu kesenian ini digunakan dalam
menanam padi, namun sekaran digunakan sebagai hiburan pada acara kiatanan,
acara perkawinan, dan acara-acara lainnya.
Kesenian
dogdog lojor terdapat di masyarakat Kasepuhan Pancer
Pangawinan atau kesatuan adat Banten Kidul yang
tersebar di sekitar Gunung Halimun (berbatasan dengan jakarta, Bogor, danLebak). Meski kesenian ini
dinamakan dogdog lojor, yaitu nama salah satu instrumen di dalamnya, tetapi di
sana juga digunakan angklung karena kaitannya dengan acara ritual padi. Setahun
sekali, setelah panen seluruh masyarakat mengadakan acara Serah Taun atau Seren
Taun di pusat kampung adat. Pusat kampung adat sebagai tempat kediaman kokolot
(sesepuh) tempatnya selalu berpindah-pindah sesuai petunjuk gaib.
Lagu-lagu
dogdog lojor di antaranya Bale Agung, Samping Hideung, Oleng-oleng
Papanganten, Si Tunggul Kawung, Adulilang, dan Adu-aduan.
Lagu-lagu ini berupa vokal dengan ritmis dogdog dan angklung cenderung tetap.
Angklung
Gubrag
Angklung
gubrag terdapat di kampung Cipining, kecamatan Cigudeg, Bogor. Angklung ini
telah berusia tua dan digunakan untuk menghormati dewi padi dalam kegiatan
melak pare (menanam padi), ngunjal pare (mengangkut padi), dan ngadiukeun
(menempatkan) ke leuit (lumbung).
Dalam
mitosnya angklung gubrag mulai ada ketika suatu masa kampung Cipining mengalami
musim paceklik.
Angklung
Badeng
Badeng
merupakan jenis kesenian yang menekankan segi musikal dengan angklung sebagai
alat musiknya yang utama. Badeng terdapat di Desa Sanding, Kecamatan
Malangbong, Garut.
Dulu berfungsi sebagai hiburan untuk kepentingan dakwah Islam. Salah satu sarana
penyebaran Islam yang digunakannya adalah dengan kesenian badeng.
Angklung
yang digunakan sebanyak sembilan buah, yaitu 2 angklung roel, 1 angklung kecer,
4 angklung indung dan angklung bapa, 2 angklung anak; 2 buah dogdog, 2 buah
terbang atau gembyung, serta 1 kecrek. Teksnya menggunakan bahasa Sunda yang
bercampur dengan bahasa Arab. Dalam perkembangannya sekarang digunakan pula bahasa Indonesia.
Isi teks memuat nilai-nilai Islami dan nasihat-nasihat baik, serta menurut
keperluan acara. Dalam pertunjukannya selain menyajikan lagu-lagu, disajikan
pula atraksi kesaktian, seperti mengiris tubuh dengan senjata tajam.
Lagu-lagu
badeng: Lailahaileloh, Ya’ti, Kasreng, Yautike, Lilimbungan, Solaloh.
Buncis
Buncis
merupakan seni pertunjukan yang bersifat hiburan, di antaranya terdapat di
Baros (Arjasari, Bandung). Pada mulanya buncis digunakan pada acara-acara
pertanian yang berhubungan dengan padi. Dan kemudian kesenian buncis yang
tadinya digunakan untuk acara-acara ngunjal (membawa padi) tidak diperlukan
lagi.
Nama
kesenian buncis berkaitan dengan sebuah teks lagu yang terkenal di kalangan
rakyat, yaitu cis kacang buncis nyengcle..., dst. Teks tersebut
terdapat dalam kesenian buncis, sehingga kesenian ini dinamakan buncis.
Instrumen
yang digunakan dalam kesenian buncis adalah 2 angklung indung, 2 angklung
ambrug, angklung panempas, 2 angklung pancer, 1 angklung enclok. Kemudian 3
buah dogdog, terdiri dari 1 talingtit, panembal, dan badublag. Dalam
perkembangannya kemudian ditambah dengan tarompet, kecrek, dan goong. Angklung
buncis berlaras salendro dengan lagu vokal bisa berlaras madenda atau degung.
Lagu-lagu buncis di antaranya: Badud, Buncis, Renggong, Senggot, Jalantir,
Jangjalik, Ela-ela, Mega Beureum. Sekarang lagu-lagu buncis telah menggunakan
pula lagu-lagu dari gamelan, dengan penyanyi yang tadinya laki-laki pemain
angklung, kini oleh wanita khusus untuk menyanyi.
Beberapa Contoh
Angklung
Dari
beberapa jenis musik mambu di Jawa Barat (Angklung) di atas, adalah beberapa
contoh saja tentang seni pertunjukan angklung, yang terdiri atas: Angklung
Buncis (Priangan/Bandung),
Angklung Badud (Priangan Timur/Ciamis), Angklung Bungko (Indramayu),
Angklung Gubrag (Bogor), Angklung Ciusul (Banten), Angklung
Dog dog Lojor (Sukabumi), Angklung Badeng (Malangbong, Garut), dan
Angklung Padaeng yang identik dengan Angklung Nasional dengan tangga nada
diatonis, yang dikembangkan sejak tahun 1938. Angklung khas
Indonesia ini berasal dari pengembangan angklung Sunda. Angklung Sunda yang
bernada lima (salendro atau pelog) olehDaeng Sutigna alias
Si Etjle (1908—1984) diubah nadanya
menjadi tangga nada Barat (solmisasi) sehingga dapat memainkan
berbagai lagu lainnya. Hasil pengembangannya kemudian diajarkan ke siswa-siswa
sekolah dan dimainkan secara orkestra besar.
Dalam
situs resmi Kabupaten Bandung disebutkan bahwa angklung berasal dari kata Ank
yang berarti nada dan Lung yang artinya patah atau hilang. Angklung juga dapat
dikatakan sebagai laras yang tidak lengkap, sehingga angklung tidak bisa
dimainkan oleh hanya satu orang, melainkan harus dengan beberapa orang.
Proses –
proses Pembuatan Angklung
Angklung
terdiri dari tabung-tabung bambu dengan panjang dan diameter berbeda. Alat
musik tradisional yang seluruhnya terbuat dari bahan alami ciptaan Tuhan ini
memang asyik didengar. Cara memainkan angklung pun mudah, yakni dengan digoyang
atau digetarkan sehingga menghasilkan nada tertentu.
Kendati terlihat sederhana, ternyata mencari bambu untuk angklung tidaklah mudah. Seperti yang dilakukan Pak Wawan dan rekannya. Suatu hari, mereka berencana mencari bambu untuk bahan membuat angklung. Menebang bambu untuk angklung pun hanya dapat dilakukan setelah pukul 09.00 WIB hingga menjelang pukul 15.00 WIB. Syarat itu harus dipatuhi, bila ingin memperoleh bahan yang sempurna sehingga menghasilkan angklung berkualitas tinggi.
Bambu yang ideal untuk angklung haruslah yang kuat dan keras. Biasanya bambu seperti itu hanya ada di dataran tinggi yang memiliki tekstur tanah berkapur. Tanah yang berkapur dapat membuat batang-batang bambu menjadi keras. Akan tetapi, menemukan bambu di tanah berkapur kini sangat sulit. Apalagi di daerah Bandung, Jawa Barat, yang kondisi tanahnya cenderung liat.
Angklung dapat dibuat dari bambu jenis apa pun. Baik itu bambu kuning, hijau, cokelat maupun yang berwarna hitam. Bambu yang ditebang haruslah berumur sekitar empat sampai enam tahun. Jika umurnya terlalu muda, batang bambunya biasanya terlalu kecil dan lunak. Sedangkan bila lebih dari enam tahun, batang bambu cenderung besar dan tebal, sehingga sulit dibentuk menjadi angklung.
Kriteria semacam itu ternyata bukan kendala bagi Pak Wawan. Buat memastikan bambu yang akan ditebang sudah cukup umur atau belum, dia cukup mengetuk beberapa kali salah batang rumpun bambu pilihan. Jika suaranya terdengar nyaring, maka batang bambu itu siap ditebang.
Cara menebang bambu untuk angklung pun tak boleh sembarangan. Batang bambu dipotong dengan jarak dua jengkal dari akarnya. Selain untuk menumbuhkan bakal bambu lagi, cara ini dilakukan agar mendapatkan ruas yang sesuai untuk angklung.
Hanya, bambu yang telah ditebang tak serta-merta menjadi angklung. Ini barulah tahap awal. Bambu dengan ketinggian rata-rata tujuh hingga sepuluh meter itu harus dipotong dengan ukuran lebih kecil, yakni dua atau tiga meter.
Walaupun telah dipotong, batang-batang bambu tidak dapat langsung dibuat menjadi angklung. Batang-batang bambu itu harus melalui proses alam terlebih dahulu hingga menjadi kuat dan tahan terhadap rayap. Salah satu cara tradisionalnya adalah dengan mencelupkan bambu di sungai yang mengalir atau memasukan ke air berlumpur.
Di beberapa sudut Saung Angklung Udjo, sangat mudah ditemukan batangan bambu yang menjadi bahan dasar angklung. Bambu-bambu ini telah melalui proses perendaman. Namun sebelum dapat dibentuk menjadi angklung, batang-batang bambu harus diangin-anginkan di tempat yang teduh selama enam bulan lamanya.
Setelah itu, bambu dianggap telah kering dan memiliki suara yang nyaring. Setelah dipilih bambu yang bagus, maka batangan bambu siap dipotong sesuai ukuran angklung yang akan dibuat. Bagi seorang perajin alat musik bambu, mengukur panjang sebuah angklung bukanlah sesuatu yang sulit. Setidaknya dibutuhkan lima orang untuk mengerjakan satu oktaf angklung. Pekerjaan paling sulit adalah menyelaraskan nada atau menyetem batangan angklung.
Tak semua orang dapat menyetem nada angklung. Hanya orang yang ahli dan tajam pendengarannya yang dapat menyesuaikan nada angklung menjadi nada diatonis. Salah satu ahlinya adalah Pak Rahmat. Pria separuh baya ini telah 30 tahun bergelut di dunia angklung. Dan, melalui keahliannya sebuah angklung memiliki nada yang berirama. Buat mengatur nada, Pak Rahmat dibantu dengan sebuah gending besi kuno. Tentunya, bila pendengaran sang ahli tidak bagus, tetap saja hasil angklungnya tak sesuai nada musik.
Dan, proses terakhir pembuatan angklung adalah memasukkannya ke dalam rangka. Setiap rangka biasanya berisi minimal satu oktaf atau delapan nada. Selanjutnya angklung pun siap dimainkan.
Kendati terlihat sederhana, ternyata mencari bambu untuk angklung tidaklah mudah. Seperti yang dilakukan Pak Wawan dan rekannya. Suatu hari, mereka berencana mencari bambu untuk bahan membuat angklung. Menebang bambu untuk angklung pun hanya dapat dilakukan setelah pukul 09.00 WIB hingga menjelang pukul 15.00 WIB. Syarat itu harus dipatuhi, bila ingin memperoleh bahan yang sempurna sehingga menghasilkan angklung berkualitas tinggi.
Bambu yang ideal untuk angklung haruslah yang kuat dan keras. Biasanya bambu seperti itu hanya ada di dataran tinggi yang memiliki tekstur tanah berkapur. Tanah yang berkapur dapat membuat batang-batang bambu menjadi keras. Akan tetapi, menemukan bambu di tanah berkapur kini sangat sulit. Apalagi di daerah Bandung, Jawa Barat, yang kondisi tanahnya cenderung liat.
Angklung dapat dibuat dari bambu jenis apa pun. Baik itu bambu kuning, hijau, cokelat maupun yang berwarna hitam. Bambu yang ditebang haruslah berumur sekitar empat sampai enam tahun. Jika umurnya terlalu muda, batang bambunya biasanya terlalu kecil dan lunak. Sedangkan bila lebih dari enam tahun, batang bambu cenderung besar dan tebal, sehingga sulit dibentuk menjadi angklung.
Kriteria semacam itu ternyata bukan kendala bagi Pak Wawan. Buat memastikan bambu yang akan ditebang sudah cukup umur atau belum, dia cukup mengetuk beberapa kali salah batang rumpun bambu pilihan. Jika suaranya terdengar nyaring, maka batang bambu itu siap ditebang.
Cara menebang bambu untuk angklung pun tak boleh sembarangan. Batang bambu dipotong dengan jarak dua jengkal dari akarnya. Selain untuk menumbuhkan bakal bambu lagi, cara ini dilakukan agar mendapatkan ruas yang sesuai untuk angklung.
Hanya, bambu yang telah ditebang tak serta-merta menjadi angklung. Ini barulah tahap awal. Bambu dengan ketinggian rata-rata tujuh hingga sepuluh meter itu harus dipotong dengan ukuran lebih kecil, yakni dua atau tiga meter.
Walaupun telah dipotong, batang-batang bambu tidak dapat langsung dibuat menjadi angklung. Batang-batang bambu itu harus melalui proses alam terlebih dahulu hingga menjadi kuat dan tahan terhadap rayap. Salah satu cara tradisionalnya adalah dengan mencelupkan bambu di sungai yang mengalir atau memasukan ke air berlumpur.
Di beberapa sudut Saung Angklung Udjo, sangat mudah ditemukan batangan bambu yang menjadi bahan dasar angklung. Bambu-bambu ini telah melalui proses perendaman. Namun sebelum dapat dibentuk menjadi angklung, batang-batang bambu harus diangin-anginkan di tempat yang teduh selama enam bulan lamanya.
Setelah itu, bambu dianggap telah kering dan memiliki suara yang nyaring. Setelah dipilih bambu yang bagus, maka batangan bambu siap dipotong sesuai ukuran angklung yang akan dibuat. Bagi seorang perajin alat musik bambu, mengukur panjang sebuah angklung bukanlah sesuatu yang sulit. Setidaknya dibutuhkan lima orang untuk mengerjakan satu oktaf angklung. Pekerjaan paling sulit adalah menyelaraskan nada atau menyetem batangan angklung.
Tak semua orang dapat menyetem nada angklung. Hanya orang yang ahli dan tajam pendengarannya yang dapat menyesuaikan nada angklung menjadi nada diatonis. Salah satu ahlinya adalah Pak Rahmat. Pria separuh baya ini telah 30 tahun bergelut di dunia angklung. Dan, melalui keahliannya sebuah angklung memiliki nada yang berirama. Buat mengatur nada, Pak Rahmat dibantu dengan sebuah gending besi kuno. Tentunya, bila pendengaran sang ahli tidak bagus, tetap saja hasil angklungnya tak sesuai nada musik.
Dan, proses terakhir pembuatan angklung adalah memasukkannya ke dalam rangka. Setiap rangka biasanya berisi minimal satu oktaf atau delapan nada. Selanjutnya angklung pun siap dimainkan.
KELEBIHAN
DAN KELEMAHAN ALAT MUSIK ANGKLUNG
Musik
angklung dalam beberapa hal dapat dikatakan lebih efektif dan efisien
dibandingkan dengan pemakaian alat bantu musik lain seperti suling, biola,
piano dan sebagainya.
Kekuatan
angklung dalam menjelaskan pengertian tentang berbagai konsep musik terletak
pada mudahnya alat tersebut dimanipulasi dengan tangan oleh masing-masing murid
dalam kelompok, disamping angklung sangat efektif dalam usaha memvisualisasikan
konseo-konsep musik, seperti tinggi rendah nada, interval, akor, gerak lagu,
transposisi dan sebagainya.
Kekuatan
lain dapat dilihat dalam menghidupkan minat musik karena unsur bermain dalam
kelompok yang terdapat dalam musik angklung ini dapat mendatangkan kebersamaan
yang menyenangkan. Musik angklung juga memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada para pemain untuk menyanyi sambil memainkan alat musik
angklung. Situasi seperti ini sudah barang tentu akan menambah gairah dalam
bermain musik.
Dari
kelebihan-kelebihan yang ada dalam musik angklung tersebut bukan berarti tidak
memiliki sisi kelemahan, tetapi sepanjang lagu-lagu yang dimainkan itu
sederhana dalam tempo, bentuk irama (rhythm), dinamik, rangkaian nada (legato,
staccato dan seterusnya), maka hasil yang diperoleh cukup menyenangkan para
murid/pemain.
Sisi
kelemahan musik angklung terdapat pada kesederhanaan bentuk alat serta proses
pembuatannya yang menggunakan bambu sebagai penghasil nada, serta cara
memainkannya.
Untuk
lagu-lagu yang cukup sulit karena tempo yang cepat, ornamentasi ayng rumit,
perubahan-perubahan dinamika yang kuat dan sebagainya, angklung memang bukan
alatnya. Hal ini disebabkan disamping karena alatnya yang terlalu sederhana
dana cara memainkannya yang tidak bisa berubah-ubah, juga karena tiap satu buah
angklung menyuarakan satu nada saja.
Musik
angklung adalah musik yang sangat dipengaruhi oleh akustik ruang. Musik
angklung memiliki kemiripan dengan musik orkestra. Kedua musik ini dimainkan
oleh banyak orang dengan instrument yang mampu memainkan frekuensi yang lebar,
dipimpin oleh seorang dirigen, musisi harus dapat mendengarkan musik yang
dimainkan secara utuh dan hanya akan terdengar sempurna pada ruang dengan
kualitas akustik yang baik. Ruang konser dengan akustik yang baik akan
memberikan banyak pengaruh terhadap permainan dan perkambangan musik angklung.
Instrument
Angklung
Angklung
adalah alat musik yang berasal dari Jawa Barat yang terdiri dari dua tabung
bambu dan rangka bambu. Angklung dibunyikan dengan cara digetarkan atau
dipukul. Suara angklung terjadi karena tabrakan antara bagian bawah tabung
angklung dengan bambu di sebelahnya dan kemudian suara tersebut diperkuat oleh
resonator yang ada pada tiap tabung. Angklung adalah instrument dengan
satu nada. Instrument ini terdiri dari dua tabung yang memiliki beda nada satu
oktaf. Anglung memiliki range frekuensi dar c2 sampai f7 sehinga angklung dapat
memainkan musik orkestra.
Angklung
dimainkan dengan tiga cara yaitu dengan cara digetarkan/kurulung,
dipukul/tengkep, dan digetarkan hanya tabung besarnya/tengkep. Angklung yang
dibunyikan dengan cara digetar akan mempunyai efek suara seperti desiran angin.
Angklung yang dibunyikan dengan cara dipukul akan mempunyai efek stakato.
Angklung yang dibunyikan dengan cara ditengkep akan terdengar lebih
lembut.
Pada
awalnya angklung memiliki nada pentatonis (nada da, mi, na, ti, la, da). Oleh
bapak Daeng Soetigna angklung diubah nadanya menjadi nada diatonis. Oleh karena
itu angklung diatonis sering disebut angklung padaeng. Bapak Daeng menganggap
suara cara membunyikan angklung mirip dengan cara membunyikan biola. Cara
membunyikan dengan cara menggetarkan angklung mirip dengan biola yang digesek,
dan teknik yang disebut centok mirip permainan stakato pada biola. Oleh karena
itu padaeng membuat nada angklung berpatokan pada biola. Nada angklung no 1
adalah nada terendah pada biola.
Pada
perkembangannya angklung dimainkan dalam bentuk orkes sehingga dibutuhkan nada
yang rangenya lebih luas oleh karena itu dibuatlah angklung yang lebih rendah
dan lebih tinggi dari awal pembuatan angklung.
Musik
Angklung dan Ruangan
Musik
angklung seperti halnya musik simfoni dan chamber music hanya dapat dimainkan
dengan baik pada ruang dengan akustik yang baik. Hal tersebut disebabkan karena
faktor ruang yang berpengaruh pada musik hanya dapat terjadi apabila musik
dimainkan di ruangan. Apabila ruangan memiliki akustik yang baik maka musik
akan terdengar dengan lebih sempurna dibandingkan dengan kondisi dimana ruangan
memiliki akustik yang buruk.
Musik
adalah temporal art. Maksudnya adalah musik tidak akan terdengar sama setiap
kali dimainkan dan musik akan memberikan pengalaman mendengar yang berbeda setiap
kali dimainkan. Hal itu dipengaruhi oleh dinamika permainan dari pemain musik
dan kondisi ruangan tempat musik dimainkan. Dinamika dari musik akan sangat
dipengaruhi oleh kondisi akustik dari ruangan. Ruangan yang berbeda akan
menyebabkan musik yang sama terdengar berbeda. Oleh karena itu ruang memegang
peranan yang amat penting terhadap musik.
Musik
Angklung dan Pemainnya
Kualitas
musik yang didengar sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor pemain dan
faktor ruangan. Faktor pemain terbagi menjadi dua bagian yaitu faktor teknis
dan faktor non teknis. Kedua faktor ini memiliki pengaruh dan keterkaitan yang
sangat besar. Faktor teknis adalah faktor yang berhubungan dengan teknik pemain
musik dalam memainkan lagunya. Contohnya adalah kemampuan pemain dalam
memainkan instrumennya, kemampuan pemain dalam membaca not dan menghafalkan
lagu, mengerti bagaimana setiap bagian lagu dimainkan dan lain-lain.
Faktor
non teknis adalah faktor lain diluar kemampuan bermain dari pemain musik.
Contohnya adalah kebosanan dalam memainkan lagu, suasana hati dalam memainkan
lagu, kondisi pencahayaan ruangan yang menyilaukan, ruang ganti yang sempit dan
lain-lain. Kualitas ruangan juga sangat berpengaruh pada faktor non teknis
pemain. Ruangan yang baik juga dapat menyebabkan pemain dapat memainkan musik
dengan lebih baik.
Ternyata
untuk menghasilkan bunyi angklung yang jernih, tidak bisa menggunakan sembarang
bambu. Misalnya bambu sebaiknya ditebang bulan April atau Mei, menjelang musim
kemarau. Alasannya, pada periode itu, bambu masih mengandung air, namun sudah
mulai mengering.
Selain itu, bambu yang bagus, adalah yang tumbuh pada tanah yang justru tidak terlalu gembur, sebab kandungan airnya sedikit. Bambu yang banyak mengandung air, akan menghasilkan suara yang tidak terlalu indah.
Suara indah juga bisa didapat dari bambu yang sudah tua. Bambu yang masih muda mudah berkerut dan keropos. Di Cigugur, bambu yang diambil adalah yang berwarna hitam. Jenis ini lebih tebal daripada bambu kuning.
Setelah ditebang dan dijemur, bambu dipotong-potong hingga panjangnya sesuai dengan kebutuhan. Panjang pendeknya bambu, berpengaruh pada nada yang dihasilkannya. Selama nada yang dihasilkan belum tepat, bambu akan diraut hingga sesuai kebutuhan.
Setelah dipotong, dua bilah bambu dirangkai, menggunakan rotan sebagai pengikatnya. Kedua potong bambu tersebut mempunyai nada yang sama, namun dengan oktaf berbeda. Sementara sebagai variasi, digunakanlah ijuk dari pohon enau. Hiasan ini menjadi ciri Angklung Buncis, dan membedakannya dari angklung yang lazim ditemui.
Proses pembuatan Angklung Buncis, mulai dari penebangan bambu hingga menjadi serangkai alat musik, memakan waktu sekitar dua minggu.
Selain itu, bambu yang bagus, adalah yang tumbuh pada tanah yang justru tidak terlalu gembur, sebab kandungan airnya sedikit. Bambu yang banyak mengandung air, akan menghasilkan suara yang tidak terlalu indah.
Suara indah juga bisa didapat dari bambu yang sudah tua. Bambu yang masih muda mudah berkerut dan keropos. Di Cigugur, bambu yang diambil adalah yang berwarna hitam. Jenis ini lebih tebal daripada bambu kuning.
Setelah ditebang dan dijemur, bambu dipotong-potong hingga panjangnya sesuai dengan kebutuhan. Panjang pendeknya bambu, berpengaruh pada nada yang dihasilkannya. Selama nada yang dihasilkan belum tepat, bambu akan diraut hingga sesuai kebutuhan.
Setelah dipotong, dua bilah bambu dirangkai, menggunakan rotan sebagai pengikatnya. Kedua potong bambu tersebut mempunyai nada yang sama, namun dengan oktaf berbeda. Sementara sebagai variasi, digunakanlah ijuk dari pohon enau. Hiasan ini menjadi ciri Angklung Buncis, dan membedakannya dari angklung yang lazim ditemui.
Proses pembuatan Angklung Buncis, mulai dari penebangan bambu hingga menjadi serangkai alat musik, memakan waktu sekitar dua minggu.
Alat
musik angklung sendiri menurut catatan sejarah telah dimainkan sejak lama di
Indonesia, khususnya di Jawa dan Bali dengan susunan nada lima nada (pentatonis).
Angklung konon dulu dimaikan baik sebagai alat musik maupun untuk pesta rakyat.
Namun demikian, semenjak tahun 1938, Bapak Angklung Daeng Soetigna telah
menyusun kembali susunan angklung dalam nada diatonik (tujuh nada) kromatis,
sehingga sejak saat itu angklung dapat memainkan musik naional maupun
internasional. Dan dapat disesuaikan dengan selera dari para pemain sehingga
bermain angklung dapat lebih menyenangkan selain membentuk karakter kelompok
(building character) melalui: dispilin, gotong royong dan kerjasama, seperti
tertuang dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 082 tahun 1968 tentang Musik Angklung sebagai alat musik pendidikan.
Perangkat Angklung
Perangkat musik angklung umumnya disebut dalam satuan unit dan set, perincian berdasarkan konvensi sebagai berikut:
satu unit unit besar (sebagai contoh) terdiri atas:
Perangkat Angklung
Perangkat musik angklung umumnya disebut dalam satuan unit dan set, perincian berdasarkan konvensi sebagai berikut:
satu unit unit besar (sebagai contoh) terdiri atas:
- angklung melodi kecil nomor 0 s.d. 30 sebanyak 3 set.
- angklung melodi besar nomor G s.d. f sebanyak 2 set.
- angklung akompanyemen (akord) sejumlah 12 buah.
- angklung ko-akompanyemen (akord) sejumlah 12 buah.
Cara
Memainkan Angklung
Seperti pada umumnya, angklung dimainkan dengan cara digetarkan. Untuk menghasilkan bunyi yang baik, maka ada beberapa teknik yang dapat diterapkan sebagai berikut.
Cara Memegang Angklung
Angklung dapat dipegang dengan cara sebagai berikut (ini berlaku untuk yang normal, jika kidal maka diperlakukan sebaliknya):
Seperti pada umumnya, angklung dimainkan dengan cara digetarkan. Untuk menghasilkan bunyi yang baik, maka ada beberapa teknik yang dapat diterapkan sebagai berikut.
Cara Memegang Angklung
Angklung dapat dipegang dengan cara sebagai berikut (ini berlaku untuk yang normal, jika kidal maka diperlakukan sebaliknya):
- Tangan kiri bertugas memegang angklung dan tangan kanan bertugas
menggetarkan angklung.
- Tangan kiri dapat memegang angklung dengan cara memegang simpul
pertemuan dua tiang angklung vertikal dan horisontal (yang berada di
tengah), sehingga angklung dipegang tepat di tengah-tengah. Hal ini dapat
dilakukan baik dengan genggaman tangan dengan telapak tangan mengahdap ke
atas atau pun ke bawah.
- Posisi angklung yang dipegang sebaiknya tegak, sejajar dengan tubuh,
dengan jarak angklung dari tubuh cukup jauh (siku tangan kiri hampir
lurus), agar angklung dapat digetarkan dengan baik dan maksimal.
- Tangan kanan selanjutnya memegang ujung tabung dasar angklung
(horisontal) dan siap menggetarkan angklung.
Cara Memegang Lebih dari Satu Angklung
Untuk pemain yang memegang lebih dari satu angklung, dapat dilakukan cara memegang angklung sebagai berikut:
Angklung yang ukurannya lebih besar dipegang tangan kiri pada posisi yang lebih dekat ke tubuh, baik dengan cara dimasukkan ke dalam lengan (jika angklung melodi besar atau yang masuk ke dalam lengan pemain) di posisi lengan bawah, atau dimasukkan ke dalam jari tangan kiri sehingga angklung sisanya dapat dipegang juga oleh jari tangan kiri lainnya dan masing-masing angklung dapat dimainkan dengan sempurna dan baik.
Cara Membunyikan Angklung
- Angklung digetarkan oleh tangan kanan, dengan getaran ke kiri dan ke
kanan, dengan posisi angklung tetap tegak (horisontal), tidak miring agar
suara angklung angklung rata dan nyaring.
- Sewaktu angklung digetarkan, sebaiknya dilakukan dengan frekuensi
getaran yang cukup sering, sehingga suara angklung lebih halus dan rata.
- Meskipun memainkan angklung bisa sambil duduk, tetapi disarankan
pemain memainkan angklung sambil berdiri agar hasil permainan lebih baik.
- Disarankan juga pada saat memulai latihan, dapat dimulai dengan
latihan pemanasan, yaitu membunyikan angklung bersama-sama dengan melatih
nada-nada pendek dan panjang secara bersama selama tiga sampai lima menit
setiap latihan.
Beberapa Cara Memainkan Angklung
Sekurang-kurangnya terdapat dua cara yang paling umum tentang memainkan alat musik angklung, yaitu dengan digatarkan dan dipukul (dibunyikan putus-putus atau centok). Berikut disampaikan bberapa teknik yang dapat dipergunakan untuk bermain angklung dengan baik.
Menggetarkan Angklung
Angklung dibunyikan dengan digetarkan secara panjang sesuai nilai nada yang dimainkan.
Membunyikan Putus-putus, Dipukul (Centok)
Angklung tidak digtarkan, melainkan dipukul ujung tabung dasar (horisontal)-nya oleh telapak tangan kanan untuk menghasilkan centok (seperti suara pukulan). Hal ini berguna untuk memainkan nada-nada pendek seperti tanda musik pizzicato.
Tengkep
Angklung dibunyikan dengan digetarkan secara panjang sesuai nilai nada yang dimainkan, tetapi tidak seperti biasanya tabung kecilnya ditutup oleh salah satu jari tangan kiri sehingga tidak berbunyi (yang berbunyi hanya tabung yng besar saja). Hal ini dimaksudkan supaya dapat dihasilkan nada yang lebih halus sesui keperluan musik yang akan dimainkan (misalkan untuk tanda dinamika piano).
Nyambung
Seperti disampaikan oleh guru angklung diatonis Bapak Daeng Soetigna, maka dianjurkan untuk membunyikan nada angklung secara nyambung. Hal ini dilkukan dengan teknik sebagai berikut: bila ada dua nada yang dimainkan secara berturutan, maka agar terdengar nyambung maka nada yang dibunyikan pertama dibunyikan sedikit lebih panjang dari nilai nadanya, sehingga saat nada kedua mulai dimainkan, nada pertama masih berbunyi sedikit, sehingga alunan nadanya terdengar nyambung dan tidak putus.
Dinamika (keras dan pelan)
Sesuai kebutuhan lagu, angklung dapat dimainkan pelan (piano) atas keras (forte). Disarankan untuk kedua jenis dinamika ini sebaiknya frekuensi getaran angklung per detik tetap sama jumlahnya, sedangkan yang berbeda adalah jarak ayunan angklung oleh tangan kanan yang selanjutnya akan menentukan amplituda getaran dan menyebabkan keras atau pelannya lnada yang dimainkan.
Cara Memainkan Angklung Melodi dan Akompanyemen
Cara bermain angklung di atas ditujukan untuk angklung melodi. Selain angklung melodi, terdapat angklung akompanyemen yang terdiri atas nada akor. Angklung ini dimainkan sesuai akor lagu, dan dapat dimainkan dengan dua cara, yaitu digetarkan dan ditengkep.
Untuk teknik memainkan angklung akompanyemen dengan metoda centok (pukul), dapat dilakukan bersama dengn alat musik bass (bisa bass petik seperti cello/biola dengan ukuran besar) atau bass pukul (dari tabung angklung berukuran sangat besar). Teknik memainkannya mengikuti pola ritmik lagu seperti misalnya poila waltz ( 0 X X) atau mars ( 0X 0X 0X 0X), dengan keterangan 0 untuk memainkan bass dan X untuk memainkan angklung akompanyemen.
Sebagai catatan tambahan, umumnya angklung akompanyemen mayor terdiri atas empat tabung dengan menyertakan nada septime (7)-nya, sehingga jika dibutuhkn untuk memainkan akor mayor murni maka nada septimenya sebaiknya tidak dimainkan (ditengkep) sesuai keperluan lagu.
Angklung ko-akompanyemen adalah angklung akompanymen dengan susunan nada lebih tinggi satu oktaf. Biasanya angklung ini dimainkan bersahutan akompanyemen atau bersamaan dengan angklung akompanyemen, atau dimainkan secara khusus untuk jenis musik tertentu seperti keroncong.
Karakter
angklung
Berikut ini adalah penggambaran singkat dari karakter alat musik angklung, baik karakter sebagai instrumen maupun sifat-sifat yang muncul ketika angklung digunakan dalam membawakan lagu.
Bentuk Alat
Angklung yang dibahas disini adalah angklung dengan skala diatonis yang ditemukan oleh Bapak Daeng Sutigna atau disebut juga angklung Padaeng. Secara struktur alat angklung terbuat dari tabung bambu. Prinsip suara yang dihasilkan adalah suara tabung bambu yang dipukul, dan dalam alat musik angklung tabung bambu tersebut "dipukul" dengan cara menggetarkan angklung.
Bunyi angklung tetap bunyi bambu yang dipukul hanya ketika angklung digetarkan dengan frekuensi yang lebih rapat atau kerap maka 'kesan' pukul menjadi tersamarkan.
Jika dianalogikan dengan bass pukul bambu dimana ukuran bambu yang digunakan cukup besar (berdiameter dan tinggi yang besar dibandingkan angklung) maka ketika bass pukul dibunyikan (dipukul) maka kesan pukul sudah nyaris hilang dan yang terdengar menyerupai seolah tabung bambu yang ditiup seperti wind instrument.
Berdasarkan Cara Memainkan
Berdasarkan cara memainkan angklung ada dua prinsip dasar yang dikenal selama ini yaitu digetarkan dan di'centok' atau dipukul pendek (menyerupai teknik pizzicato atau dipetik pada biola). Dari cara main dengan digetarkan maka suara angklung dinilai mempunyai kualitas suara baik jika getarannya makin rapat. Jika angklung dimainkan tidak cukup kerap maka kesan bambu yang dipukul sangat dominan jika pemain angklung berjumlah sedikit (10-12 orang) maka bunyi ini kurang nyaman didengar. Pada getaran yang rapat karakter bunyi angklung tidak sepenuhnya dapat dianalogikan seperti bunyi tabung yang ditiup (analogi bass pukul bambu) karena udara yang digetarkan adalah efek dari bunyi pukul sehingga suara angklung seperti kombinasi antara suara tiup dan pukul. Pada penyeteman angklung kedua aspek bunyi dan pukul inilah yang diperhatikan.
Berikut ini adalah penggambaran singkat dari karakter alat musik angklung, baik karakter sebagai instrumen maupun sifat-sifat yang muncul ketika angklung digunakan dalam membawakan lagu.
Bentuk Alat
Angklung yang dibahas disini adalah angklung dengan skala diatonis yang ditemukan oleh Bapak Daeng Sutigna atau disebut juga angklung Padaeng. Secara struktur alat angklung terbuat dari tabung bambu. Prinsip suara yang dihasilkan adalah suara tabung bambu yang dipukul, dan dalam alat musik angklung tabung bambu tersebut "dipukul" dengan cara menggetarkan angklung.
Bunyi angklung tetap bunyi bambu yang dipukul hanya ketika angklung digetarkan dengan frekuensi yang lebih rapat atau kerap maka 'kesan' pukul menjadi tersamarkan.
Jika dianalogikan dengan bass pukul bambu dimana ukuran bambu yang digunakan cukup besar (berdiameter dan tinggi yang besar dibandingkan angklung) maka ketika bass pukul dibunyikan (dipukul) maka kesan pukul sudah nyaris hilang dan yang terdengar menyerupai seolah tabung bambu yang ditiup seperti wind instrument.
Berdasarkan Cara Memainkan
Berdasarkan cara memainkan angklung ada dua prinsip dasar yang dikenal selama ini yaitu digetarkan dan di'centok' atau dipukul pendek (menyerupai teknik pizzicato atau dipetik pada biola). Dari cara main dengan digetarkan maka suara angklung dinilai mempunyai kualitas suara baik jika getarannya makin rapat. Jika angklung dimainkan tidak cukup kerap maka kesan bambu yang dipukul sangat dominan jika pemain angklung berjumlah sedikit (10-12 orang) maka bunyi ini kurang nyaman didengar. Pada getaran yang rapat karakter bunyi angklung tidak sepenuhnya dapat dianalogikan seperti bunyi tabung yang ditiup (analogi bass pukul bambu) karena udara yang digetarkan adalah efek dari bunyi pukul sehingga suara angklung seperti kombinasi antara suara tiup dan pukul. Pada penyeteman angklung kedua aspek bunyi dan pukul inilah yang diperhatikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar