Pemerintah membidik lulusan terbaik
perguruan tinggi negeri (PTN) untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
Mereka nantinya akan digaji sesuai dengan beban kinerja sebagaimana di
perusahaan swasta.
Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Wamenpan dan RB) Eko Prasodjo mengatakan, selama ini persoalan gaji yang rendah menjadi alasan lulusan terbaik PTN tak memilih jadi PNS. Selain itu lamanya kenaikan jenjang golongan juga memengaruhi minat mereka menjadi aparatur negara. Guru besar FISIP UI itu menjelaskan, salah satu tawaran yang akan diberikan adalah soal gaji. Harusnya ada penyetaraan gaji dan tunjangan antara PNS dan pekerja swasta agar mereka tertarik menjadi PNS.
“Jadi sama-sama lulusan ekonomi 0 tahun, ya kurang lebih punya pendapatan yang sama untuk tingkat jabatan itu,” katanya di Jakarta kemarin. Berdasarkan data, jumlah PNS lulusan S-1 per Januari 2013 mencapai 843.123 orang, S-2 95.620 orang, dan S-3 hanya 7.234 orang. Adapun untuk lulusan diploma, D-1 ada 23.906 orang, D-2 229.221 orang, dan D-3 ada 163.519 orang. Jumlah lulusan SMA hampir menyamai PNS lulusan S-1 dengan jumlah mencapai 793.535 orang. Eko menjelaskan, penyetaraan ini khusus untuk PNS berprestasi.
Dia menilai banyak PNS yang hanya memikirkan gaji, sementara kinerjanya tidak maksimal. Akibatnya mereka tidak mendapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan. Karena itu pemerintah akan menerapkan prinsip gaji disesuaikan dengan kinerja yang telah tercapai. Rencananya penerimaan calon PNS jalur umum akan dilaksanakan pada Oktober nanti. Kuota penerimaan tahun ini mencapai 60.000 formasi. Jumlah ini terbagi atas 40.000 formasi di pemerintah daerah dan 20.000 formasi di pemerintah pusat. “Tes akan dilakukan secara online dengan computer assisted test,” imbuh dia.
Ketua Majelis Rektor PTN Idrus Paturussi mengapresiasi rencana pemerintah tersebut. Menurut dia, rendahnya minat mahasiswa terbaik menjadi PNS mungkin karena kuotanya yang sangat kecil. Jika dibandingkan dengan jumlah lulusan PTN per tahunnya dengan kuota tidak imbang. Ditambah proses rekrutmen tidak transparan. Rektor Universitas Hasanuddin itu menambahkan, mahasiswa dari PTN umumnya juga sudah direkrut perusahaan besar untuk bekerja di sana. Selain itu, untuk mahasiswa yang menguasai technopreneurship juga lebih mandiri dengan membuka usaha sendiri.
Sementara itu, Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Edy Suandi Hamid mengakui mahasiswa yang cerdas dan bercita-cita tinggi umumnya tidak ingin menjadi PNS. Karenabirokrasiumumnya hanya menghargai senioritas ketimbang kinerja. Lulusan kampus ternama akhirnya lebih memilih bekerja di sektor swasta atau bahkan perusahaan asing yang bergaji tinggi dan lebih menghargai prestasi. “Menjadi birokrat juga tidak menarik karena bergaji rendah,” ungkapnya.
Dia membandingkan, gaji seorang guru besar PNS yang sudah berkarier 30 tahun kalah dengan anaknya yang baru saja bekerja 3–5 tahun di perusahaan swasta. Menurut dia, jika ingin mengundang lulusan terbaik menjadi PNS, harus ada insentif dan daya tarik yang lebih menarik daripada di swasta. Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja menyatakan, aparatur negara memang harus orang yang kompeten.
Ada baiknya jika pemerintah langsung merekrut mahasiswa terbaik yang program studinya sesuai dengan jenis jabatan yang dibutuhkan. Namun pemerintah pun sebaiknya jangan membatasi lulusan dari perguruan tinggi negeri saja. Karena langkah itu bisa menimbulkan diskriminasi. ?neneng zubaidah __[koran-sindo.com]
Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Wamenpan dan RB) Eko Prasodjo mengatakan, selama ini persoalan gaji yang rendah menjadi alasan lulusan terbaik PTN tak memilih jadi PNS. Selain itu lamanya kenaikan jenjang golongan juga memengaruhi minat mereka menjadi aparatur negara. Guru besar FISIP UI itu menjelaskan, salah satu tawaran yang akan diberikan adalah soal gaji. Harusnya ada penyetaraan gaji dan tunjangan antara PNS dan pekerja swasta agar mereka tertarik menjadi PNS.
“Jadi sama-sama lulusan ekonomi 0 tahun, ya kurang lebih punya pendapatan yang sama untuk tingkat jabatan itu,” katanya di Jakarta kemarin. Berdasarkan data, jumlah PNS lulusan S-1 per Januari 2013 mencapai 843.123 orang, S-2 95.620 orang, dan S-3 hanya 7.234 orang. Adapun untuk lulusan diploma, D-1 ada 23.906 orang, D-2 229.221 orang, dan D-3 ada 163.519 orang. Jumlah lulusan SMA hampir menyamai PNS lulusan S-1 dengan jumlah mencapai 793.535 orang. Eko menjelaskan, penyetaraan ini khusus untuk PNS berprestasi.
Dia menilai banyak PNS yang hanya memikirkan gaji, sementara kinerjanya tidak maksimal. Akibatnya mereka tidak mendapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan. Karena itu pemerintah akan menerapkan prinsip gaji disesuaikan dengan kinerja yang telah tercapai. Rencananya penerimaan calon PNS jalur umum akan dilaksanakan pada Oktober nanti. Kuota penerimaan tahun ini mencapai 60.000 formasi. Jumlah ini terbagi atas 40.000 formasi di pemerintah daerah dan 20.000 formasi di pemerintah pusat. “Tes akan dilakukan secara online dengan computer assisted test,” imbuh dia.
Ketua Majelis Rektor PTN Idrus Paturussi mengapresiasi rencana pemerintah tersebut. Menurut dia, rendahnya minat mahasiswa terbaik menjadi PNS mungkin karena kuotanya yang sangat kecil. Jika dibandingkan dengan jumlah lulusan PTN per tahunnya dengan kuota tidak imbang. Ditambah proses rekrutmen tidak transparan. Rektor Universitas Hasanuddin itu menambahkan, mahasiswa dari PTN umumnya juga sudah direkrut perusahaan besar untuk bekerja di sana. Selain itu, untuk mahasiswa yang menguasai technopreneurship juga lebih mandiri dengan membuka usaha sendiri.
Sementara itu, Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Edy Suandi Hamid mengakui mahasiswa yang cerdas dan bercita-cita tinggi umumnya tidak ingin menjadi PNS. Karenabirokrasiumumnya hanya menghargai senioritas ketimbang kinerja. Lulusan kampus ternama akhirnya lebih memilih bekerja di sektor swasta atau bahkan perusahaan asing yang bergaji tinggi dan lebih menghargai prestasi. “Menjadi birokrat juga tidak menarik karena bergaji rendah,” ungkapnya.
Dia membandingkan, gaji seorang guru besar PNS yang sudah berkarier 30 tahun kalah dengan anaknya yang baru saja bekerja 3–5 tahun di perusahaan swasta. Menurut dia, jika ingin mengundang lulusan terbaik menjadi PNS, harus ada insentif dan daya tarik yang lebih menarik daripada di swasta. Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja menyatakan, aparatur negara memang harus orang yang kompeten.
Ada baiknya jika pemerintah langsung merekrut mahasiswa terbaik yang program studinya sesuai dengan jenis jabatan yang dibutuhkan. Namun pemerintah pun sebaiknya jangan membatasi lulusan dari perguruan tinggi negeri saja. Karena langkah itu bisa menimbulkan diskriminasi. ?neneng zubaidah __[koran-sindo.com]