Bogor (Pinmas) —- Dalam upaya mengembangkan
pendidikan madrasah, diperlukan sebuah aksi nyata (harakah) dalam
mewujudkan pendidikan yang bermutu di madrasah. Untuk itu, perlu ada
harakah dalam mengembangkan madrasah.
“Jadi responnya tidak dengan halaqoh, tapi harokah. Ini harus jadi motto dalam perubahan di lembaga kita,” kata Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Nur Syam, dalam acara Simposium Pendidikan Madrasah, di Cipayung Bogor, Jawa Barat, Selasa Malam (17/6).
Hadir dalam simposium ini, 60 peserta yang terdiri dari Kepala Bidang Madrasah Kanwil Kemenag Provinsi se-Indonesia, Kasie Madrasah Kankemenag dari beberapa Kabupatan/Kota, Kepala Madrasah Aliyah dan Madrasah Tsanawiyah, dan utusan dari LP Ma’arif dan Muhammadiyah.
Menurut Nur Syam, salah satu titik tolak harakah pengembangan madrasah adalah dengan mendorong para guru agar peningkatan kesejahteraan yang sudah diterimanya bisa berimbas pada peningkatan kualitas dan mutu pendidikan madrasah. Jika terwujud, maka hal itu bisa menjadi bukti bahwa program peningkatan kesejahteraan berkorelasi positif terhadap peningkatan mutu pendidikan.
“Ini bisa menjawab bahwa publikasi Bank Dunia itu tidak benar. Bahwa madrasah tidak sama dengan apa yang dikatakan dalam publikasi itu,” terang penulis buku Islam Pesisir ini.
Seperti diketahui, Bank Dunia telah meluncurkan publikasi bertajuk “Spending More or Spending Better: Improving Education Financing Indonesia.” Dalam publikasi itu disebutkan, para guru yang telah mendapat sertifikasi dari dan yang belum mendapat sertifikasi dari Kemendikbud menunjukkan prestasi yang relatif sama.
“Ini saya rasa sebuah data yang menyentak kita, bahwa tunjangan guru tidak berkorelasi dengan program pembelajaran di madrasah. Inilah tantangan kita yang sangat mendasar yang perlu kita respons,” kata Mantan Rektor IAIN Surabaya ini.
Untuk itu, lanjut Nur Syam, di lembaga pendidikan dan khususnya madrasah, perlu ditanamkan tradisi kultur akademik. Selain itu, seiring peningkatan kesejahteraan yang sudah diterima, guru madrasah diharapkan bisa mewujdukan distingsi dan ekselensi menuju madrasah yang mempunyai ciri khas dan keunggulan.
“Ini tantangan kita semua, bahwa guru harus merenung ulang dan berfikir tentang pengembangan madrasah,” tukasnya lagi.
“Civitas madrasah agar semuanya bergerak mengembangkan kultur akademik di madrasah. Jadi tidak hanya menggantungkan program-program pemerintah yang sangat terbatas,” tambahnya.
Bagi Nur Syam, guru yang baik akan mampu menghasilkan anak didik yang baik. Artinya, lanjut dia, guru yang berkualitas merupakan jaminan kualitas pendidikan madrasah, dan ini juga ditentukan oleh leadership kepala madrasah.
“Lembaga pendidikan itu tergantung pada kepala madrasahnya; kepalanya ini visioner atau tidak,” ujar Nur Syam. (sholla)
“Jadi responnya tidak dengan halaqoh, tapi harokah. Ini harus jadi motto dalam perubahan di lembaga kita,” kata Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Nur Syam, dalam acara Simposium Pendidikan Madrasah, di Cipayung Bogor, Jawa Barat, Selasa Malam (17/6).
Hadir dalam simposium ini, 60 peserta yang terdiri dari Kepala Bidang Madrasah Kanwil Kemenag Provinsi se-Indonesia, Kasie Madrasah Kankemenag dari beberapa Kabupatan/Kota, Kepala Madrasah Aliyah dan Madrasah Tsanawiyah, dan utusan dari LP Ma’arif dan Muhammadiyah.
Menurut Nur Syam, salah satu titik tolak harakah pengembangan madrasah adalah dengan mendorong para guru agar peningkatan kesejahteraan yang sudah diterimanya bisa berimbas pada peningkatan kualitas dan mutu pendidikan madrasah. Jika terwujud, maka hal itu bisa menjadi bukti bahwa program peningkatan kesejahteraan berkorelasi positif terhadap peningkatan mutu pendidikan.
“Ini bisa menjawab bahwa publikasi Bank Dunia itu tidak benar. Bahwa madrasah tidak sama dengan apa yang dikatakan dalam publikasi itu,” terang penulis buku Islam Pesisir ini.
Seperti diketahui, Bank Dunia telah meluncurkan publikasi bertajuk “Spending More or Spending Better: Improving Education Financing Indonesia.” Dalam publikasi itu disebutkan, para guru yang telah mendapat sertifikasi dari dan yang belum mendapat sertifikasi dari Kemendikbud menunjukkan prestasi yang relatif sama.
“Ini saya rasa sebuah data yang menyentak kita, bahwa tunjangan guru tidak berkorelasi dengan program pembelajaran di madrasah. Inilah tantangan kita yang sangat mendasar yang perlu kita respons,” kata Mantan Rektor IAIN Surabaya ini.
Untuk itu, lanjut Nur Syam, di lembaga pendidikan dan khususnya madrasah, perlu ditanamkan tradisi kultur akademik. Selain itu, seiring peningkatan kesejahteraan yang sudah diterima, guru madrasah diharapkan bisa mewujdukan distingsi dan ekselensi menuju madrasah yang mempunyai ciri khas dan keunggulan.
“Ini tantangan kita semua, bahwa guru harus merenung ulang dan berfikir tentang pengembangan madrasah,” tukasnya lagi.
“Civitas madrasah agar semuanya bergerak mengembangkan kultur akademik di madrasah. Jadi tidak hanya menggantungkan program-program pemerintah yang sangat terbatas,” tambahnya.
Bagi Nur Syam, guru yang baik akan mampu menghasilkan anak didik yang baik. Artinya, lanjut dia, guru yang berkualitas merupakan jaminan kualitas pendidikan madrasah, dan ini juga ditentukan oleh leadership kepala madrasah.
“Lembaga pendidikan itu tergantung pada kepala madrasahnya; kepalanya ini visioner atau tidak,” ujar Nur Syam. (sholla)