JAKARTA - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Yuddy Chrisnandi menegaskan, moratorium bukan isu politik, merupakan momentum untuk mengevaluasi pengadaan, penempatan, postur pegawai yang sudah ada, efisiensi anggaran, produktivitas serta efektivitas pelayanan kepada publik. Dengan moratorium, hanya pegawai yang memang benar-benar dibutuhkan, seperti guru dan tenaga medis yang boleh direkrut.
Pasalnya, PNS dari kedua profesi tersebut memang masih kurang di berbagai daerah. Tetapi untuk PNS lain, pada umumnya sudah terlalu banyak. “Sing ana bae kakehan, gawe durung bener, njaluk nambah,” (yang ada saja kebanyakan, bekerja belum benar, kok minta tambah) ujarnya di Jakarta, Senin (10/11).
Karena itu Yuddy minta kebijakan yang akan diluncurkan awal tahun 2015 itu tidak perlu direspon secara reaktif dan jangan dipolitisir. Apalagi moratorium juga pernah dilakukan sebelumnya.
Dijelaskan, moratorium merupakan konsekuensi dari arahan Presiden Joko Widodo kepada para menteri untuk melakukan audit organisasi di masing-masing instansinya. “Moratorium ini sangat diperlukan untuk memastikan beban anggaran yang pantas untuk belanja pegawai kita,” jelasnya.
Menteri menambahkan, anggaran untuk belanja pegawai, misalnya saja tidak kurang dari 800 triliun. Melihat kemnyataan itu, masyarakat menuntut perlunya dilakuan perampingan birokrasi.
Sebuah negara, lanjut Yuddy, membutuhkan sistem birokrasi yang berinovasi, bukannya mengangkat menjadi pegawai negeri semua. “Bahkan negara-negara seperti Singapura, Malaysia, Filipina, sampai Amerika pun pernah melakukan moratorium pegawainya,” imbuhnya. Dengan seni dalam penataan pegawai tersebut, moratorium ini diyakini dapat merespon keinginan masyarakat dalam memberikan pelayanan yang optimal. (bby/HUMAS MENPANRB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar