Jakarta (Pinmas)— Direktur Pendidikan
Madrasah Ditjen Pendidikan Islam, M. Nur Kholis Setiawan menyatakan
bahwa dirinya sepakat dengan para ilmuan sosial, bahwa dalam kontek
percaturan peradaban, diprediksi ke depan peradaban Islam nusantara
menjadi salah satu penyangga peradaban Islam dunia. Hal itu dikatakan
Nur Kholis saat membuka acara Rapat Kerja Direktorat Pendidikan
Madrasah, Di Bogor, Rabu Malam (17/6).
“Negara kita terdiri dari kepulauan dengan keragaman yang luar biaya. Mayoritas beragama Islam, dan negaranya masih stabil dan bisa menghargai keragaman. Ini yang terjadi di Indonesia di saat bangsa lain sudah tidak bisa melakukannya,” ujar Nur Kholis.
Nur Kholis optimis bahwa muslim Indonesia akan menjadi penyangga peradaban Islam di masa mendatang. Namun menurutnya, semua itu tidak akan pernah tejadi tanpa adanya institusi Islam seperti Madrasah. “Dengan bahasa yang ekstrim, tanpa adanya pendidikan Islam, mungkin Islam Indonesia tidak akan seperti ini,” tegasnya.
Nur Kholis yakin bahwa jika ditangani dengan serius pada konten akademik, supporting environment, dan desain kurikulumnya, maka madrasah akan mampu menciptakan generasi yang lebih baik daripada lembaga pendidikan pada umumnya. “Pendidikan Islam di Indonesia, telah berhasil mengajarkan siswanya untuk memisahkan antara Islam dan Arab. Islam Indonesia adalah Islam subtanstif,” tuturnya.
Tidak Berhenti Sekedar Bercirikan Islam
Selama ini madrasah dipahami sebagai lembaga pendidikan yang dikelola Kementerian Agama yang bercirikan Islam. Sehubungan itu, Nur Kholis meminta agar ciri Islam ini menjadi pembeda (point of different) dengan sekolah lain.
“Dulu, kalau sekolah pasti umum, dan madrasah adalah Islam. Namun ketika madrasah dilembagakan menjadi sekolah yang bercirikan Islam, ini menjadi nilai tambah (added value) tersendiri, maka ini menuntut perhatian dan kepedulian kita untuk memperbaiki madrasah secara bertahap untuk generasi mendatang,” papar Kholis.
“Dalam konteks madrasah, sudah saatnya kita tidak berhenti pada definisi madrasah adalah sekolah yang dikelola Kemenag dengan bercirikan Islam. Definisi tersebut adalah kontribusi pendahulu kita dan kita harus melangkah maju (step forehead) dari definisi tersebut sebagai bentuk apresiasi terhadap apa yang dihasilkan oleh para pendahulu,” tambahnya.
Nur Kholis meyakinkan kepada semuanya bahwa dengan mengembangkan kekhasan ciri keislaman, maka madrasah tidak akan ketinggalan dengan sekolah lainnya. Tentunya, ini meniscayakan perhatian dalam level yang tinggi. “Meski cukup melelahkan, raker ini diharapkan dapat menjadi vitamin tersendiri bagi kita,” tegas Nur Kholis.
“Jadikan ini sebagai amal jariyah sehingga kita bisa mendapatkan salah satu amal yang pahalanya tidak pernah berhenti,” pungkas Nur Kholis mengingatkan.(sholla)
“Negara kita terdiri dari kepulauan dengan keragaman yang luar biaya. Mayoritas beragama Islam, dan negaranya masih stabil dan bisa menghargai keragaman. Ini yang terjadi di Indonesia di saat bangsa lain sudah tidak bisa melakukannya,” ujar Nur Kholis.
Nur Kholis optimis bahwa muslim Indonesia akan menjadi penyangga peradaban Islam di masa mendatang. Namun menurutnya, semua itu tidak akan pernah tejadi tanpa adanya institusi Islam seperti Madrasah. “Dengan bahasa yang ekstrim, tanpa adanya pendidikan Islam, mungkin Islam Indonesia tidak akan seperti ini,” tegasnya.
Nur Kholis yakin bahwa jika ditangani dengan serius pada konten akademik, supporting environment, dan desain kurikulumnya, maka madrasah akan mampu menciptakan generasi yang lebih baik daripada lembaga pendidikan pada umumnya. “Pendidikan Islam di Indonesia, telah berhasil mengajarkan siswanya untuk memisahkan antara Islam dan Arab. Islam Indonesia adalah Islam subtanstif,” tuturnya.
Tidak Berhenti Sekedar Bercirikan Islam
Selama ini madrasah dipahami sebagai lembaga pendidikan yang dikelola Kementerian Agama yang bercirikan Islam. Sehubungan itu, Nur Kholis meminta agar ciri Islam ini menjadi pembeda (point of different) dengan sekolah lain.
“Dulu, kalau sekolah pasti umum, dan madrasah adalah Islam. Namun ketika madrasah dilembagakan menjadi sekolah yang bercirikan Islam, ini menjadi nilai tambah (added value) tersendiri, maka ini menuntut perhatian dan kepedulian kita untuk memperbaiki madrasah secara bertahap untuk generasi mendatang,” papar Kholis.
“Dalam konteks madrasah, sudah saatnya kita tidak berhenti pada definisi madrasah adalah sekolah yang dikelola Kemenag dengan bercirikan Islam. Definisi tersebut adalah kontribusi pendahulu kita dan kita harus melangkah maju (step forehead) dari definisi tersebut sebagai bentuk apresiasi terhadap apa yang dihasilkan oleh para pendahulu,” tambahnya.
Nur Kholis meyakinkan kepada semuanya bahwa dengan mengembangkan kekhasan ciri keislaman, maka madrasah tidak akan ketinggalan dengan sekolah lainnya. Tentunya, ini meniscayakan perhatian dalam level yang tinggi. “Meski cukup melelahkan, raker ini diharapkan dapat menjadi vitamin tersendiri bagi kita,” tegas Nur Kholis.
“Jadikan ini sebagai amal jariyah sehingga kita bisa mendapatkan salah satu amal yang pahalanya tidak pernah berhenti,” pungkas Nur Kholis mengingatkan.(sholla)