Wasiat
Lukman berikutnya adalah mengenai berbakti pada orang tua. Di dalam nasehat
tersebut disampaikan alasan kenapa kita mesti berbakti pada orang tua. Karena
kesusahan yang dihadapi oleh ibu ketika mengandung hingga menyapih, maka sudah
pantas kita membalas kebaikannya.
Allah Ta’ala
berfirman,
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى
وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ
الْمَصِيرُ
“Dan Kami
perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapaknya;
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu
bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu” (QS. Lukman: 14).
Perintah
Bakti pada Orang Tua
Sebelumnya
Lukman menyampaikan wasiat yang amat penting pada anaknya yaitu untuk mentauhidkan
Allah dan tidak berbuat syirik kepada-Nya. Setelah itu, ia menggandengkan
wasiat elanjutnya dengan bakti pada kedua orang tua. Ini menunjukkan berbakti
pada orang tua adalah ibadah yang amat mulia karena digandengkan dengan amalan
yang mulia yaitu tauhid dan menjauhi kesyirikan. Wasiat berbakti pada orang tua
yang digandengkan dengan perintah untuk mentauhidkan Allah juga disebutkan
dalam beberapa ayat di antaranya,
وَقَضَى
رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Dan
Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya” (QS. Al
Isro’: 23).
وَاعْبُدُوا
اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat
baiklah kepada dua orang ibu-bapak” (QS. An Nisa’: 36).
قُلْ
تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ
شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Katakanlah:
"Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu:
janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap
kedua orang ibu bapak” (QS. Al An’am: 151).
Kesusahan
Ibu Ketika Mengandung Kita
Disebutkan
dalam ayat yang mulia ini bahwa ibu yang mengandung kita telah mengalami
berbagai kesusahan. Allah Ta’ala berfirman,
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ
بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ
“Ibunya
telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah” (QS. Lukman: 14). Inilah di
antara alasan kenapa kita mesti berbakti pada orang tua karena kesusahan yang
ia hadapi ketika mengandung kita (Lihat Taisir Al Karimir Rahman, 648).
Mujahid
berkata bahwa yang dimaksud “وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ” adalah kesulitan ketika mengandung anak.
Qotadah berkata bahwa yang dimaksud adalah ibu mengandung kita dengan penuh
usaha keras. ‘Atho’ Al Khorosani berkata bahwa yang dimaksud adalah ibu
mengandung kita dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah (Tafsir Al Qur’an Al
‘Azhim, 11: 53).
Namun
demikianlah kita jarang mengingat kesusahan ibu ketika mengandung kita. Jika
kita mengingat demikian, tentu balas budi yang kita berikan pada ibu, bukan
malah kedurhakaan, bukan malah suka membantah, dan bukan malah seringnya
merendahkan ortu. Dan kita harus selalu ingat, bahwa ibu menyapih kita selama
dua tahun, lalu pantaskah dengan kedurhakaan yang kita balas?
Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami atas
kedurhakaan kami selama ini.
Masa
Minimal Kehamilan
Dari ayat,
وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ
“Dan
menyapihnya dalam dua tahun” (QS. Lukman: 14). dan juga ayat lainnya,
وَالْوَالِدَاتُ
يُرْضِعْنَ أَوْلادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ
الرَّضَاعَةَ
“Para ibu
hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan” (QS. Al Baqarah: 233), para ulama mengambil
kesimpulan bahwa waktu minimal ibu mengandung adalah 6 bulan. Demikian pendapat
di antara dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Hal ini disimpulkan
pula dari ayat lainnya,
وَحَمْلُهُ
وَفِصَالُهُ ثَلاثُونَ شَهْرًا
“Mengandungnya
sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan” (QS. Al Ahqaf: 15). Karena
kalau dihitung-hitung waktu total dari mengandung sampai menyapih adalah 30
bulan. Dan waktu menyapih adalah 2 tahun, sama dengan 24 bulan. Dengan demikian
waktu minimal seorang ibu mengandung adalah 30 – 24 bulan, sama dengan 6 bulan.
Bersyukurlah
pada Kedua Orang Tua
Jika kita
telah mengetahui bagaimana orang tua telah mengasuh kita dan bagaimana susahnya
mereka siang dan malam, maka hendaklah kita sebagai seorang anak untuk berbuat
baik dan membalas kebaikan kita. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَقُلْ رَبِّ
ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Dan
ucapkanlah: "Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil" (QS. Al Isro’: 24).
Oleh
karenanya dalam nasehat Lukman yang kita bahas, Allah Ta’ala berfirman,
أَنِ اشْكُرْ
لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Bersyukurlah
kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”
(QS. Lukman: 14). Siapa yang membalas kebaikan orang tua dengan berbuat baik
padanya, maka Allah pun akan membalasnya di hari kiamat kelak (Tafsir Al Qur’an
Al ‘Azhim, 11: 53-54).
Syaikh As
Sa’di berkata, “Hendaklah kita berbuat baik pada kedua orang tua dengan berkata
yang lemah lembut, perbuatan yang baik, tawadhu’, selalu memuliakan mereka dan
jangan sampai menyakiti mereka dengan perkataan atau perbuatan”. (Taisir Al
Karimir Rahman, 648).
Bakti
kepada Ibu Lebih Utama
Dari ayat
yang kita bahas, menunjukkan bahwa bakti kepada ibu itu lebih utama. Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
جَاءَ رَجُلٌ
إِلَى رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ
أَحَقُّ بِحُسْنِ صَحَابَتِى قَالَ « أُمُّكَ » . قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ «
أُمُّكَ » . قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ « أُمُّكَ » . قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ « ثُمَّ
أَبُوكَ »
“Seorang
pria pernah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata,
‘Siapa dari kerabatku yang paling berhak aku berbuat baik?’ Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ibumu’. Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ibumu.’ Dia berkata lagi,
‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
‘Ibumu’. Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengatakan, ‘Ayahmu’.” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548).
Imam Nawawi rahimahullah
mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat dorongan untuk berbuat baik kepada
kerabat dan ibu lebih utama dalam hal ini, kemudian setelah itu adalah ayah,
kemudian setelah itu adalah anggota kerabat yang lainnya. Para ulama mengatakan
bahwa ibu lebih diutamakan karena keletihan yang dia alami, curahan
perhatiannya pada anak-anaknya, dan pengabdiannya. Terutama lagi ketika dia
hamil, melahirkan (proses bersalin), ketika menyusui, dan juga tatkala mendidik
anak-anaknya sampai dewasa” (Syarh Muslim, 8: 331).
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.