Selamat Datang Di Tarojjumah.Com - Selamat Datang Di Tarojjumah.Com - Selamat Datang Di Tarojjumah.Com

Rabu, 08 Januari 2014

PPPK Bukan Honorer ‘Baju Baru’

20140108 deputisdm
 
JAKARTA – Pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang diatur dalam UU tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) bukan merupakan tenaga honorer yang versi baru, karena sebenarnya sejak tahun 2005 pemerintah sudah melarang pengangkatan tenaga honorer.
Demikian halnya dengan tenaga honorer kategori 2 (K2) yang tidak lulus tes, maka status mereka tidak bisa serta merta menjadi PPPK.  Dalam UU ASN, PPPK  merupakan pegawai profesional. “PPPK berbeda sama sekali dengan tenaga honorer. Jadi tenaga honorer kategori 2 yang tidak lulus tes CPNS tidak bisa serta merta ditetapkan menjadi PPPK,” ujar Deputi SDM Aparatur Kementerian PANRB Setiawan Wangsaatmaja di Jakarta, Rabu (07/01).
Dikatakan, untuk menjadi PPPK, pintu masuknya jelas, seperti halnya untuk CPNS. Harus melalui pengusulan dan penetapan formasi, kinerjanya juga terukur. PPPK juga mendapatkan remunerasi, tunjangan sosial, dan kesejahteraan mirip sama dengan PNS. Karena itu, setiap instansi yang mengangkat harus mengusulkan kebutuhan dan formasinya, kualifikasinya seperti apa, serta harus melalui tes.
PPPK, seperti diatur dalam UU ASN adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) sesuai dengan kebutuhan instansi pemerintah berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. “PPPK berhak memperoleh gaji dan tunjangan, cuti, perlindungan, dan pengembangan kompetensi,” tambah Setiawan.
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Eko Soetrisno mengatakan, tenaga honorer kategori 2 yang tidak lulus tes, nantinya tergantung instansi atau pemerintah daerah masing-masing. Yang pasti, instansi yang punya K2 harus punya database. Hal ini menjadi PR bersama pemerintah pusat dan pemda. Setiap instansi yang mempekerjakan seseorang, harus jelas jenjang karirnya. “Bukan hanya masalah status, tapi kesejahterannya juga harus diperhatikan,” tuturnya.
“Undang-undang ASN ini  merupakan terobosan yang luar biasa. Karena itu  jangan sampai salah membuat peraturan pelaksananya, dan kembali ke peraturan lama”, ujar Eko dalam pengarahannya pada rapat pembentukan panitia Penyusunan RPP Peraturan Pelaksana UU ASN di Jakarta,  Rabu (08/09).
Undang-undang ini memerintahkan pembentukan 19 PP dan 4 Peraturan Presiden. Meski DPR memberikan tenggat waktu 2 tahun untuk menyelesaikan 23 peraturan pelaksanaan UU tersebut, namun Menteri PANRB bertekad akan merampungkannya dalam 6 bulan. “Sebelum masa pemerintahan Presiden SBY berakhir, semua peraturan pelaksanaan UU ASN harus sudah rampung,” ujar Wamen.
Dikatakan, dari semua peraturan pemerintah tidak semuanya baru, tetapi ada beberapa  diantaranya yang merupakan revisi, seperti misalnya, PP tentang batas usia pensiun PNS. “Tetapi ada juga revisi yang cukup besar, yaitu PP tentang pengangkatan dalam jabatan, kemudian pendidikan dan pelatihan dan lain-lain,” tambahnya.
Selain itu, ada 3 PP yang baru yaitu PP mengenai jabatan pimpinan tinggi yang harus dilakukan secara terbuka baik di tingkat nasional, provinsi mapun daerah,  dan PP mengenai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Selain PP dan Perpres, pemerintah telah menyiapkan Peraturan Menteri PANRB mengenai tata cara pemilihan panitia seleksi ketua dan komisioner KASN.
Eko menambahkan, dalam UU ASN ini tidak lagi menyebut istilah eselonisasi. Yang ada adalah jabatan pimpinan tinggi dan jabatan administrasi. UU ASN kan memindahkan  istilah eselonisasi dengan kelas jabatan, beban kerja dan juga pencapaian kinerja. “Ini akan menjadi pekerjaan berat  terutama dalam tunjangan kinerja. Sebab tunjangan kinerja ini bersifat sementara,” imbuh Wamen.
Tunjangan kinerja yang sekarang, jumlahnya bervariasi antara Kementerian Keuangan, Kementerian PANRB, dan kementerian yang lain. Dalam kondisi itu sulit dilakukan pengukuran, antara tunjangan dan kompensasi yang diterima oleh seseorang dengan beban kerja yang dilakukan.
Deputi SDM Aparatur Kementerian PANRB Setiawan Wangsaatmaja mengatakan, untuk mempercepat penyusunan RPP ini dibagi menajdi tiga kelompok. “Penyusunan substansi dapat melalui forum group discussion (FGD)  atau workshop. Apabila sudah ada draft rancangan bisa mengadakan legal drafing,” tambah Setiwan.
Hadir dalam rapat itu antara lain  anggota tim dari berbagai Kementerian dan Lembaga (K/L), akademisi dan para pakar yang terlibat langsung dalam penyusunan RPP ASN, antara lain Prof. Sofian Efendi, Prof. Miftah Toha dan Prof. Prijono Tjiptoherijanto. (gin/HUMAS MENPAN RB)

Tidak ada komentar:

Terima kasih telah berkunjung di blog kami.. Semoga bermanfaat!!