Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar mengatakan, tidak perlu orang
pintar untuk mengelola bangsa ini namun yang dibutuhkan adalah orang
yang arif.
“Dalam mengelola bangsa ini, tidak perlu ditangani oleh orang yang terlalu pintar, tetapi yang dibutuhkan bangsa kita sekarang ini adalah kearifan, bukan orang pintar,” kata Nasaruddin di Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (22/12 ).
Wamenag mengatakan, orang arif yang dimaksudkan adalah yang mengerjakan mengetahui dan mengetahui apa yang dikerjakan. Menurut Wamenag, inilah ciri khas dari orang arif yang sebenarnya dibutuhkan untuk mengelola bangsa saat ini.
Oleh karena itu, Nasaruddin mengimbau kepada para alumni dan mahasiswa di lingkup Kopertis IX Sulawesi untuk tidak pernah berhenti belajar hanya sampai pada level 1 atau setingkat sarjana (S1), tapi terus meningkatkan ke level berikutnya sampai kepada level kesempurnaan, yakni sudah sampai pada capaian tingkatan spiritual.
Sementara itu Koordinator Kopertis IX Sulawesi, Prof Dr Ir Hj Andi Niartiningsih, mengatakan, salah satu indikator para lulusan perguruan tinggi itu memiliki daya saing, dapat dilihat dari alumninya yang sudah bekerja.
“Semakin banyak alumni yang tertampung dalam dunia kerja, apakah itu PNS atau swasta telah menunjukkan kalau luaran perguruan tinggi itu memiliki daya saing. Sebaliknya jika ada alumni yang tidak bekerja itu juga bisa dipertanyakan kualitas luaran tersebut,” ujar Nasaruddin.
Nasaruddin mengatakan, memasuki era globalisasi tantangan yang dihadapi cukup berat, sebab tidak saja akan menghadapi ketatnya persaingan dalam negeri tapi juga datang dari luar negeri. Karena itu mahasiswa kita harus lebih meningkatkan kualitasnya dan kemampuannya, terutama soal penguasaan bahasa asing.
“Memang salah satu masalah yang dialami alumni kita selama ini masih sangat lemah dalam penguasaan bahasa asing. Sehingga menjadi soal ketika ada tawaran kerja di luar negeri,” ungkap Wamenag.
“Dalam mengelola bangsa ini, tidak perlu ditangani oleh orang yang terlalu pintar, tetapi yang dibutuhkan bangsa kita sekarang ini adalah kearifan, bukan orang pintar,” kata Nasaruddin di Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (22/12 ).
Wamenag mengatakan, orang arif yang dimaksudkan adalah yang mengerjakan mengetahui dan mengetahui apa yang dikerjakan. Menurut Wamenag, inilah ciri khas dari orang arif yang sebenarnya dibutuhkan untuk mengelola bangsa saat ini.
Oleh karena itu, Nasaruddin mengimbau kepada para alumni dan mahasiswa di lingkup Kopertis IX Sulawesi untuk tidak pernah berhenti belajar hanya sampai pada level 1 atau setingkat sarjana (S1), tapi terus meningkatkan ke level berikutnya sampai kepada level kesempurnaan, yakni sudah sampai pada capaian tingkatan spiritual.
Sementara itu Koordinator Kopertis IX Sulawesi, Prof Dr Ir Hj Andi Niartiningsih, mengatakan, salah satu indikator para lulusan perguruan tinggi itu memiliki daya saing, dapat dilihat dari alumninya yang sudah bekerja.
“Semakin banyak alumni yang tertampung dalam dunia kerja, apakah itu PNS atau swasta telah menunjukkan kalau luaran perguruan tinggi itu memiliki daya saing. Sebaliknya jika ada alumni yang tidak bekerja itu juga bisa dipertanyakan kualitas luaran tersebut,” ujar Nasaruddin.
Nasaruddin mengatakan, memasuki era globalisasi tantangan yang dihadapi cukup berat, sebab tidak saja akan menghadapi ketatnya persaingan dalam negeri tapi juga datang dari luar negeri. Karena itu mahasiswa kita harus lebih meningkatkan kualitasnya dan kemampuannya, terutama soal penguasaan bahasa asing.
“Memang salah satu masalah yang dialami alumni kita selama ini masih sangat lemah dalam penguasaan bahasa asing. Sehingga menjadi soal ketika ada tawaran kerja di luar negeri,” ungkap Wamenag.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar