Anekdot Perdebatan KTP
Perlukah Kolom Agama di KTP Dihapus?
Paijo : “Bro, tahu belum? Ada wacana kolom agama di KTP mau dihilangkan lho.”
Paimin : “Emang kenapa? Katanya negara berketuhanan, kok malah hilangkan agama?”
Paiman : “Katanya sih, kolom agama itu bisa mengakibatkan diskriminasi.
Lagian agama juga urusan pribadi. Nggak usahlah dicantumkan di KTP.”
Paidul : “Nah, ntar ada juga orang yang ngaku mendapat perlakuan
diskriminasi gara-gara jenis kelamin ditulis. Berarti kolom jenis
kelamin juga harus dihapus dong. Laki-laki, perempuan dan Waria kan
setara. ”
Paidi : “Eit, ingat
juga. Bangsa Indonesia ini juga sering fanatisme daerahnya muncul,
terlebih kalau ada laga sepak bola. Jadi mestinya, kolom tempat lahir
dan alamat juga dihapus.”
Paiman : “Kalau status pernikahan gimana? Perlu gak dicantumkan?”
Paimin : “Itu harus dihapus. Nikah atau tidak nikah itu kan urusan
pribadi masing-masing. Saya mau nikah kek, mau pacaran kek, itu kan
urusan pribadi saya. Jadi kalau ada perempuan hamil besar mau
melahirkan di rumah sakit, nggak usah ditanya KTP-nya, nggak usah
ditanya sudah nikah belum, nggak usah ditanya mana suaminya. Langsung
saja ditolong oleh dokter.”
Paijo : “Sebenarnya, kolom pekerjaan
juga berpotensi diskriminasi. Coba bayangkan. Ketika di KTP ditulis
pekerjaan adalah petani/buruh, kalau orang tersebut datang ke kantor
pemerintahan, kira-kira pelayanannya apakah sama ramahnya jika di kolom
pekerjaan ditulis TNI? Nggak kan? Buruh biasa dilecehkan. Jadi kolom
pekerjaan juga harus dihapus.”
Kampret : “Bisa juga. Namanya orang sensitif, apa-apa bisa jadi bahan diskriminasi.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar