Selamat Datang Di Tarojjumah.Com - Selamat Datang Di Tarojjumah.Com - Selamat Datang Di Tarojjumah.Com

Selasa, 12 Mei 2015

MUSIK ANGKLUNG

Sejarah  Angklung
            Sebelumnya alat musik angklung  hanya dicap sebagai alat musik tradisional  yang hanya memiliki beberapa tangga nada yang di bunyikan secara monoton , dapat dibuat rupa  menjadi set angklung dengan nada – nada Diakotnis – Kromatis sehingga mampu memainkan musik ” barat “.Oleh karena itu kita wajib berterima kasih kepada Almarhum Daeng Soetigna.
            Alat musik angklung  ini sudah ada sebelum beredirinya kerajaan Sunda, yaitu sekitar tahun 1030 masehi, namun  pada saat itu alat musik angklung sangat terbatas padahal alat musik angklung tersebut akan digunakan untk ritus keyakinan masyarakat setempat terutama pada saat menjelang musim tanam padi. Dan saat itu angklung masih belum memiliki nada-nada seperti sekarang ini.
Namun ada juga tokoh penting dalam perkembangan angklung modern di Jawa Barat yaitu Udjo Ngalagena.  Udjo mengembangkan angklung tradisional menjadi nada da-mi-na-ti-la-da,  yang belajar dari tokoh musik Machyar.  Ada juga tokoh yang berupaya mengembangkan alat musik angklung yaitu J.C. Deagan, seorang Belanda yang merupakan guru musik Daeng.  Namun Daenglah yang berhasil mengembangkan alat musik angklung sehingga mencapai standar nada diatonik-kromatik (do-re-mi-fa-sol-la-si-do) yang lengkapnya terdiri dari 12 nada. Angklung ini yang kemudian dijuluki Angklung Padaeng yang dikenal sebagai angklung modern.
Ketertarikan Daeng Soetigna, lahir di Garut, 13 Mei 1908, pada alat musik angklung berawal saat melihat dua orang pengamen bermain angklung.  Sebagai guru kesenian dan mengajar pramuka, saat itu Daeng berpikir bagaimana membuat angklung yang lain, yang bisa dipakai sebagai alat pendidikan seni musik.  Kemudian dia membeli angklung dari pengamen tersebut dan berpikir keras untuk membuat angklung.
Setelah melalui berbagai eksperimen, Daeng berhasil mengembangkan angklung menjadi memiliki tangga nada do-re-mi-fa-sol-la-si-do, maka diapun mengajarkan angklung ciptaannya ke anak didiknya di kepanduan.  Saat itu ia juga menuai protes karena dengan mengajarkan angklung maka ia dianggap mengajar anak didiknya jadi pengamen…  Tetapi sejarah berkata lain, hasil perjuangannya dalam mengembangkan angklung berhasil membuat Presiden Soekarno terkagum-kagum.
Pada tanggal 12 Nofember 1946  Presiden Soekarno mengadakan jamuan makan malam untuk para diplomat asing di Kabupaten Kuningan. Yang menggelar acara hiburan berupa musik angklung karya Daeng Soetigna yang dimainkan oleh anak didiknya. Karena pertunjukan pada malam itu sukses ,   pamor angklung-pun terangkat  dari sekedar alat musik pengamen menjadi alat musik yang bisa disejajarkan dengan alat musik barat.  Daeng Soetigna mendapatkan penghargaan Satyalenca Kebudayaan dari Presiden Soeharto pada tahun 1968 dan Anugerah Bintang Budaya Parana Dharma dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2007).
Oleh karena itu kita wajib  berbangga karena angklung yang dulunya berasalah dari asli tanah Sunda , namun sekarang sudah mendunia, tetapi kita harus tetap waspada karena Malaysia konon mulai meng-klaim angklung sebagai miliknya dengan sebutan bamboo Malay. 
Oleh karena itu kita sebagai warga Negara Indonesia harus berusaha dalam melestarikan alat musik angklung.  Dan kita harus menghargai jerih payah Udjo dan Daeng  yang telah mengembangkan angklung dengan konsep 5M (murah, mudah, massal, mendidik, dan menyenangkan) sehingga angklung dapat diterima oleh berbagai kalangan usia, tingkat pendidikan dan strata social .



Pengertian Angklung
Angklung adalah alat musik tradisional Indonesia yang berasal dar Tanah Sunda, terbuat dari bambu, yang dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Laras (nada) alat musik angklung sebagai musik tradisi Sundakebanyakan adalah salendro dan pelog. Musik Angklung = Musik Natural
            Angklung adalah musik yang harus ditampilkan secara natural. Angklung memiliki karakteristik suara seperti angin. Keindahan suara angklung hanya dapat dinikmati apabila angklung dimainkan secara bersama-sama karena satu angklung hanya dapat memainkan satu nada sehingga butuh banyak angklung untuk dapat memainkan suatu repertoir. Angklung harus dimainkan secara bersama-sama maka musik angklung bisa dianggap sebagai sumber suara bidang yang unik. Angklung dikatakan unik karena suara nada bisa dimainkan pada tempat yang berbeda pada barisan. Suara angklung yang dihasilkan haruslah tercampur dengan baik sehingga penonton sulit membedakan posisi sebenarnya dari nada yang dimainkan. Suara angklung yang seperti ini yang tidak dimiliki instrumen lain terutama instrumen barat.
            Menurut seniman angklung, suara angklung yang bagus adalah yang bersuara angklung dan bukan bersuara bambu. Suara bambu adalah suara angklung apabila suara bambu yang bertabrakan terdengar dominan. Hal ini terjadi apabila angklung didengar pada suara yang sangat dekat. Suara angklung yang baik adalah apabila digetarkan terdengar seperti desiran angin. Dan suara ini timbul dari proses yang kompleks. Masalah yang sering timbul pada saat pengambilan suara dengan mikrofon adalah suara bambu yang dominan. Suara angklung yang terbaik adalah suara natural dan suara natural akan terdengar dengan baik pada ruangan dengan akustik yang baik.
Angklung terbuat dari bambu, dan dimainkan dengan cara digoyangkan. Satu angklung bisa menghasilkan 2 sampai 3 nada untuk setiap ukuran angklung.
Angklung lahir dari sebuah mitos di masyarakat Sunda terhadap Nji Sri Pohaci sebagai Dewi Sri penghidupan. Dalam perenungan masyarakat Sunda dalam mengelola pertanian, menghasilkan syair-syair pemujaan dan penghormatan terhadap Dewi Sri.
            Pada perkembangannya angklung juga digunakan sebagai alat penggugah semangat dalam pertempuran. Sehingga dalam situs Wikipedia menyebutkan bahwa angklung pernah dilarang pada masa penjajahan, hal tersebut menyebabkan popularitas angklung menurun pada saat itu, dan angklung hanya sering dimainkan oleh anak-anak.
Asal-usul Angklung
Dalam rumpun kesenian yang menggunakan alat musik dari bambu dikenal jenis kesenian yang disebut angklung. Adapun jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah awi wulung (bambu berwarna hitam) dan awi temen (bambu berwarna putih). Purwa rupa alat musik angklung; tiap nada (laras) dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk wilahan (batangan) setiap ruas bambu dari ukuran kecil hingga besar.
Angklung merupakan alat musik yang berasal dari Jawa Barat. Angklung gubrag di Jasinga,Bogor, adalah salah satu yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau. Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke Bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur.
Dikenal oleh masyarakat sunda sejak masa kerajaan Sunda, di antaranya sebagai penggugah semangat dalam pertempuran. Fungsi angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat melarang masyarakat menggunakan angklung, pelarangan itu sempat membuat popularitas angklung menurun dan hanya di mainkan oleh anak- anak pada waktu itu.
Asal usul terciptanya musik bambu, seperti angklung berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip).
Perenungan masyarakat Sunda dahulu dalam mengolah pertanian (tatanen) terutama di sawah dan huma telah melahirkan penciptaan syair dan lagu sebagai penghormatan dan persembahan terhadap Nyai Sri Pohaci, serta upaya nyinglar (tolak bala) agar cocok tanam mereka tidak mengundang malapetaka, baik gangguan hama maupun bencana alam lainnya. Syair lagu buhun untuk menghormati Nyi Sri Pohaci tersebut misalnya:
Si Oyong-oyong
Sawahe si waru doyong
Sawahe ujuring eler
Sawahe ujuring etan
Solasi suling dami
Menyan putih pengundang dewa
Dewa-dewa widadari
Panurunan si patang puluh
Selanjutnya lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu yang dikemas sederhana yang kemudian lahirlah struktur alat musik bambu yang kita kenal sekarang bernama angklung. Perkembangan selanjutnya dalam permainan Angklung tradisi disertai pula dengan unsur gerak dan ibing (tari) yang ritmis (ber-wirahma) dengan pola dan aturan=aturan tertentu sesuai dengan kebutuhan upacara penghormatan padi pada waktu mengarak padi ke lumbung (ngampih pare, nginebkeun), juga pada saat-saat mitembeyan, mengawali menanam padi yang di sebagian tempat di Jawa Barat disebut ngaseuk.
Demikian pula pada saat pesta panen dan seren taun dipersembahkan permainan angklung. Terutama pada penyajian Angklung yang berkaitan dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan yang sifatnya arak-arakan atau helaran, bahkan di sebagian tempat menjadi iring-iringan Rengkong dan Dongdang serta Jampana (usungan pangan) dan sebagainya.
Dalam perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908 tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand, antara lain ditandai penyerahan angklung, lalu permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di sana.
Bahkan, sejak 1966Udjo Ngalagena —tokoh angklung yang mengembangkan teknik permainan berdasarkan laras-laras pelog, salendro, dan madenda— mulai mengajarkan bagaimana bermain angklung kepada banyak orang dari berbagai komunitas.



Angklung Kanekes
 Jawa Barat. Angklung Kanekes yaitu angklung yang terdapat pada masyarakat Badui. Angklung ini dibuat tidak hanya semata-mata sebagai alat penghibur masyarakat, melainkan alat musik yang digunakan hanya pada waktu tertentu saja. Angklung ini oleh masyarakt Baduy hanya bisa dimainkan pada waktu menanam, namun untuk enam bulan berikutnya angklung dan alat musik lainnya tidak bisa dimainkan.
Dalam sajian hiburan, Angklung biasanya diadakan saat terang bulan dan tidak hujan. Mereka memainkan angklung di buruan (halaman luas di pedesaan) sambil menyanyikan bermacam-macam lagu, antara lain: Lutung KasarungYandu BibiYandu SalaCeuk ArileuOray-orayan,DengdangYari GandangOyong-oyong BangkongBadan KulaKokoloyoran, dll.
Nama-nama angklung di Kanekes dari yang terbesar adalah: indung, ringkung, dongdong, gunjing, engklok, indung leutik, torolok, dan roel. Roel yang terdiri dari 2 buah angklung dipegang oleh seorang. Nama-nama bedug dari yang terpanjang adalah: bedug, talingtit, dan ketuk. Penggunaan instrumen bedug terdapat perbedaan, yaitu di kampung-kampung Kaluaran mereka memakai bedug sebanyak 3 buah. Di Kajeroan; kampung Cikeusik, hanya menggunakan bedug dan talingtit, tanpa ketuk. Di Kajeroan, kampung Cibeo, hanya menggunakan bedug, tanpa talingtit dan ketuk.
Di Kanekes yang berhak membuat angklung adalah orang Kajeroan (Tangtu; Baduy Jero). Kajeroan terdiri dari 3 kampung, yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Di ketiga kampung ini tidak semua orang bisa membuatnya, hanya yang punya keturunan dan berhak saja yang mengerjakannya di samping adanya syarat-syarat ritual. Pembuat angklung di Cikeusik yang terkenal adalah Ayah Amir (59), dan di Cikartawana Ayah Tarnah. Orang Kaluaran membeli dari orang Kajeroan di tiga kampung tersebut.



Angklung Dogdog Lojor       
Angklung Dogdog Lojor terdapat pada masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan yang tersebar di daerah Gunung Halimun (Berbatasan dengan daerah Sukabumi, Bogor, dan Lebak). Dogdog Lojor sebenarnya adalah sebuah kesenian, namun kesenian ini juga menggunakan angklung sebagai alat musik. Dulu kesenian ini digunakan dalam menanam padi, namun sekaran digunakan sebagai hiburan pada acara kiatanan, acara perkawinan, dan acara-acara lainnya.
Kesenian dogdog lojor terdapat di masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan atau kesatuan adat Banten Kidul yang tersebar di sekitar Gunung Halimun (berbatasan dengan jakartaBogor, danLebak). Meski kesenian ini dinamakan dogdog lojor, yaitu nama salah satu instrumen di dalamnya, tetapi di sana juga digunakan angklung karena kaitannya dengan acara ritual padi. Setahun sekali, setelah panen seluruh masyarakat mengadakan acara Serah Taun atau Seren Taun di pusat kampung adat. Pusat kampung adat sebagai tempat kediaman kokolot (sesepuh) tempatnya selalu berpindah-pindah sesuai petunjuk gaib.
Lagu-lagu dogdog lojor di antaranya Bale AgungSamping HideungOleng-oleng PapangantenSi Tunggul KawungAdulilang, dan Adu-aduan. Lagu-lagu ini berupa vokal dengan ritmis dogdog dan angklung cenderung tetap.
Angklung Gubrag
Angklung gubrag terdapat di kampung Cipining, kecamatan Cigudeg, Bogor. Angklung ini telah berusia tua dan digunakan untuk menghormati dewi padi dalam kegiatan melak pare (menanam padi), ngunjal pare (mengangkut padi), dan ngadiukeun (menempatkan) ke leuit (lumbung).
Dalam mitosnya angklung gubrag mulai ada ketika suatu masa kampung Cipining mengalami musim paceklik.
Angklung Badeng
Badeng merupakan jenis kesenian yang menekankan segi musikal dengan angklung sebagai alat musiknya yang utama. Badeng terdapat di Desa Sanding, Kecamatan Malangbong, Garut. Dulu berfungsi sebagai hiburan untuk kepentingan dakwah Islam. Salah satu sarana penyebaran Islam yang digunakannya adalah dengan kesenian badeng.
Angklung yang digunakan sebanyak sembilan buah, yaitu 2 angklung roel, 1 angklung kecer, 4 angklung indung dan angklung bapa, 2 angklung anak; 2 buah dogdog, 2 buah terbang atau gembyung, serta 1 kecrek. Teksnya menggunakan bahasa Sunda yang bercampur dengan bahasa Arab. Dalam perkembangannya sekarang digunakan pula bahasa Indonesia. Isi teks memuat nilai-nilai Islami dan nasihat-nasihat baik, serta menurut keperluan acara. Dalam pertunjukannya selain menyajikan lagu-lagu, disajikan pula atraksi kesaktian, seperti mengiris tubuh dengan senjata tajam.
Lagu-lagu badeng: LailahailelohYa’tiKasrengYautikeLilimbunganSolaloh.
Buncis
Buncis merupakan seni pertunjukan yang bersifat hiburan, di antaranya terdapat di Baros (Arjasari, Bandung). Pada mulanya buncis digunakan pada acara-acara pertanian yang berhubungan dengan padi. Dan kemudian kesenian buncis yang tadinya digunakan untuk acara-acara ngunjal (membawa padi) tidak diperlukan lagi.
Nama kesenian buncis berkaitan dengan sebuah teks lagu yang terkenal di kalangan rakyat, yaitu cis kacang buncis nyengcle..., dst. Teks tersebut terdapat dalam kesenian buncis, sehingga kesenian ini dinamakan buncis.
Instrumen yang digunakan dalam kesenian buncis adalah 2 angklung indung, 2 angklung ambrug, angklung panempas, 2 angklung pancer, 1 angklung enclok. Kemudian 3 buah dogdog, terdiri dari 1 talingtit, panembal, dan badublag. Dalam perkembangannya kemudian ditambah dengan tarompet, kecrek, dan goong. Angklung buncis berlaras salendro dengan lagu vokal bisa berlaras madenda atau degung. Lagu-lagu buncis di antaranya: Badud, Buncis, Renggong, Senggot, Jalantir, Jangjalik, Ela-ela, Mega Beureum. Sekarang lagu-lagu buncis telah menggunakan pula lagu-lagu dari gamelan, dengan penyanyi yang tadinya laki-laki pemain angklung, kini oleh wanita khusus untuk menyanyi.
 Beberapa  Contoh Angklung
Dari beberapa jenis musik mambu di Jawa Barat (Angklung) di atas, adalah beberapa contoh saja tentang seni pertunjukan angklung, yang terdiri atas: Angklung Buncis (Priangan/Bandung), Angklung Badud (Priangan Timur/Ciamis), Angklung Bungko (Indramayu), Angklung Gubrag (Bogor), Angklung Ciusul (Banten), Angklung Dog dog Lojor (Sukabumi), Angklung Badeng (Malangbong, Garut), dan Angklung Padaeng yang identik dengan Angklung Nasional dengan tangga nada diatonis, yang dikembangkan sejak tahun 1938. Angklung khas Indonesia ini berasal dari pengembangan angklung Sunda. Angklung Sunda yang bernada lima (salendro atau pelog) olehDaeng Sutigna alias Si Etjle (19081984) diubah nadanya menjadi tangga nada Barat (solmisasi) sehingga dapat memainkan berbagai lagu lainnya. Hasil pengembangannya kemudian diajarkan ke siswa-siswa sekolah dan dimainkan secara orkestra besar.
Dalam situs resmi Kabupaten Bandung disebutkan bahwa angklung berasal dari kata Ank yang berarti nada dan Lung yang artinya patah atau hilang. Angklung juga dapat dikatakan sebagai laras yang tidak lengkap, sehingga angklung tidak bisa dimainkan oleh hanya satu orang, melainkan harus dengan beberapa orang.
Proses – proses Pembuatan Angklung
Angklung terdiri dari tabung-tabung bambu dengan panjang dan diameter berbeda. Alat musik tradisional yang seluruhnya terbuat dari bahan alami ciptaan Tuhan ini memang asyik didengar. Cara memainkan angklung pun mudah, yakni dengan digoyang atau digetarkan sehingga menghasilkan nada tertentu.
            Kendati terlihat sederhana, ternyata mencari bambu untuk angklung tidaklah mudah. Seperti yang dilakukan Pak Wawan dan rekannya. Suatu hari, mereka berencana mencari bambu untuk bahan membuat angklung. Menebang bambu untuk angklung pun hanya dapat dilakukan setelah pukul 09.00 WIB hingga menjelang pukul 15.00 WIB. Syarat itu harus dipatuhi, bila ingin memperoleh bahan yang sempurna sehingga menghasilkan angklung berkualitas tinggi.
            Bambu yang ideal untuk angklung haruslah yang kuat dan keras. Biasanya bambu seperti itu hanya ada di dataran tinggi yang memiliki tekstur tanah berkapur. Tanah yang berkapur dapat membuat batang-batang bambu menjadi keras. Akan tetapi, menemukan bambu di tanah berkapur kini sangat sulit. Apalagi di daerah Bandung, Jawa Barat, yang kondisi tanahnya cenderung liat.
            Angklung dapat dibuat dari bambu jenis apa pun. Baik itu bambu kuning, hijau, cokelat maupun yang berwarna hitam. Bambu yang ditebang haruslah berumur sekitar empat sampai enam tahun. Jika umurnya terlalu muda, batang bambunya biasanya terlalu kecil dan lunak. Sedangkan bila lebih dari enam tahun, batang bambu cenderung besar dan tebal, sehingga sulit dibentuk menjadi angklung.
            Kriteria semacam itu ternyata bukan kendala bagi Pak Wawan. Buat memastikan bambu yang akan ditebang sudah cukup umur atau belum, dia cukup mengetuk beberapa kali salah batang rumpun bambu pilihan. Jika suaranya terdengar nyaring, maka batang bambu itu siap ditebang.
            Cara menebang bambu untuk angklung pun tak boleh sembarangan. Batang bambu dipotong dengan jarak dua jengkal dari akarnya. Selain untuk menumbuhkan bakal bambu lagi, cara ini dilakukan agar mendapatkan ruas yang sesuai untuk angklung.
            Hanya, bambu yang telah ditebang tak serta-merta menjadi angklung. Ini barulah tahap awal. Bambu dengan ketinggian rata-rata tujuh hingga sepuluh meter itu harus dipotong dengan ukuran lebih kecil, yakni dua atau tiga meter.
            Walaupun telah dipotong, batang-batang bambu tidak dapat langsung dibuat menjadi angklung. Batang-batang bambu itu harus melalui proses alam terlebih dahulu hingga menjadi kuat dan tahan terhadap rayap. Salah satu cara tradisionalnya adalah dengan mencelupkan bambu di sungai yang mengalir atau memasukan ke air berlumpur.
                        Di beberapa sudut Saung Angklung Udjo, sangat mudah ditemukan batangan bambu yang menjadi bahan dasar angklung. Bambu-bambu ini telah melalui proses perendaman. Namun sebelum dapat dibentuk menjadi angklung, batang-batang bambu harus diangin-anginkan di tempat yang teduh selama enam bulan lamanya.
            Setelah itu, bambu dianggap telah kering dan memiliki suara yang nyaring. Setelah dipilih bambu yang bagus, maka batangan bambu siap dipotong sesuai ukuran angklung yang akan dibuat. Bagi seorang perajin alat musik bambu, mengukur panjang sebuah angklung bukanlah sesuatu yang sulit. Setidaknya dibutuhkan lima orang untuk mengerjakan satu oktaf angklung. Pekerjaan paling sulit adalah menyelaraskan nada atau menyetem batangan angklung.
            Tak semua orang dapat menyetem nada angklung. Hanya orang yang ahli dan tajam pendengarannya yang dapat menyesuaikan nada angklung menjadi nada diatonis. Salah satu ahlinya adalah Pak Rahmat. Pria separuh baya ini telah 30 tahun bergelut di dunia angklung. Dan, melalui keahliannya sebuah angklung memiliki nada yang berirama. Buat mengatur nada, Pak Rahmat dibantu dengan sebuah gending besi kuno. Tentunya, bila pendengaran sang ahli tidak bagus, tetap saja hasil angklungnya tak sesuai nada musik.
            Dan, proses terakhir pembuatan angklung adalah memasukkannya ke dalam rangka. Setiap rangka biasanya berisi minimal satu oktaf atau delapan nada. Selanjutnya angklung pun siap dimainkan.
           

KELEBIHAN DAN KELEMAHAN ALAT MUSIK ANGKLUNG
            Musik angklung dalam beberapa hal dapat dikatakan lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan pemakaian alat bantu musik lain seperti suling, biola, piano dan sebagainya.
            Kekuatan angklung dalam menjelaskan pengertian tentang berbagai konsep musik terletak pada mudahnya alat tersebut dimanipulasi dengan tangan oleh masing-masing murid dalam kelompok, disamping angklung sangat efektif dalam usaha memvisualisasikan konseo-konsep musik, seperti tinggi rendah nada, interval, akor, gerak lagu, transposisi dan sebagainya.
Kekuatan lain dapat dilihat dalam menghidupkan minat musik karena unsur bermain dalam kelompok yang terdapat dalam musik angklung ini dapat mendatangkan kebersamaan yang menyenangkan. Musik angklung juga memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para pemain untuk menyanyi sambil memainkan alat musik angklung. Situasi seperti ini sudah barang tentu akan menambah gairah dalam bermain musik.
            Dari kelebihan-kelebihan yang ada dalam musik angklung tersebut bukan berarti tidak memiliki sisi kelemahan, tetapi sepanjang lagu-lagu yang dimainkan itu sederhana dalam tempo, bentuk irama (rhythm), dinamik, rangkaian nada (legato, staccato dan seterusnya), maka hasil yang diperoleh cukup menyenangkan para murid/pemain.
            Sisi kelemahan musik angklung terdapat pada kesederhanaan bentuk alat serta proses pembuatannya yang menggunakan bambu sebagai penghasil nada, serta cara memainkannya.
            Untuk lagu-lagu yang cukup sulit karena tempo yang cepat, ornamentasi ayng rumit, perubahan-perubahan dinamika yang kuat dan sebagainya, angklung memang bukan alatnya. Hal ini disebabkan disamping karena alatnya yang terlalu sederhana dana cara memainkannya yang tidak bisa berubah-ubah, juga karena tiap satu buah angklung menyuarakan satu nada saja.
            Musik angklung adalah musik yang sangat dipengaruhi oleh akustik ruang. Musik angklung memiliki kemiripan dengan musik orkestra. Kedua musik ini dimainkan oleh banyak orang dengan instrument yang mampu memainkan frekuensi yang lebar, dipimpin oleh seorang dirigen, musisi harus dapat mendengarkan musik yang dimainkan secara utuh dan hanya akan terdengar sempurna pada ruang dengan kualitas akustik yang baik. Ruang konser dengan akustik yang baik akan memberikan banyak pengaruh terhadap permainan dan perkambangan musik angklung.
Instrument Angklung
            Angklung adalah alat musik yang berasal dari Jawa Barat yang terdiri dari dua tabung bambu dan rangka bambu. Angklung dibunyikan dengan cara digetarkan atau dipukul. Suara angklung terjadi karena tabrakan antara bagian bawah tabung angklung dengan bambu di sebelahnya dan kemudian suara tersebut diperkuat oleh resonator yang ada pada tiap tabung.  Angklung adalah instrument dengan satu nada. Instrument ini terdiri dari dua tabung yang memiliki beda nada satu oktaf. Anglung memiliki range frekuensi dar c2 sampai f7 sehinga angklung dapat memainkan musik orkestra.
            Angklung dimainkan dengan tiga cara yaitu dengan cara digetarkan/kurulung, dipukul/tengkep, dan digetarkan hanya tabung besarnya/tengkep. Angklung yang dibunyikan dengan cara digetar akan mempunyai efek suara seperti desiran angin. Angklung yang dibunyikan dengan cara dipukul akan mempunyai efek stakato. Angklung yang dibunyikan dengan  cara ditengkep akan terdengar lebih lembut.
            Pada awalnya angklung memiliki nada pentatonis (nada da, mi, na, ti, la, da). Oleh bapak Daeng Soetigna angklung diubah nadanya menjadi nada diatonis. Oleh karena itu angklung diatonis sering disebut angklung padaeng. Bapak Daeng menganggap suara cara membunyikan angklung mirip dengan cara membunyikan  biola. Cara membunyikan dengan cara menggetarkan angklung mirip dengan biola yang digesek, dan teknik yang disebut centok mirip permainan stakato pada biola. Oleh karena itu padaeng membuat nada angklung berpatokan pada biola. Nada angklung no 1 adalah nada terendah pada biola.
            Pada perkembangannya angklung dimainkan dalam bentuk orkes sehingga dibutuhkan nada yang rangenya lebih luas oleh karena itu dibuatlah angklung yang lebih rendah dan lebih tinggi dari awal pembuatan angklung.                                                                                                             
Musik Angklung dan Ruangan
            Musik angklung seperti halnya musik simfoni dan chamber music hanya dapat dimainkan dengan baik pada ruang dengan akustik yang baik. Hal tersebut disebabkan karena faktor ruang yang berpengaruh pada musik hanya dapat terjadi apabila musik dimainkan di ruangan. Apabila ruangan memiliki akustik yang baik maka musik akan terdengar dengan lebih sempurna dibandingkan dengan kondisi dimana ruangan memiliki akustik yang buruk.
            Musik adalah temporal art. Maksudnya adalah musik tidak akan terdengar sama setiap kali dimainkan dan musik akan memberikan pengalaman mendengar yang berbeda setiap kali dimainkan. Hal itu dipengaruhi oleh dinamika permainan dari pemain musik dan kondisi ruangan tempat musik dimainkan. Dinamika dari musik akan sangat dipengaruhi oleh kondisi akustik dari ruangan. Ruangan yang berbeda akan menyebabkan musik yang sama terdengar berbeda. Oleh karena itu ruang memegang peranan yang amat penting terhadap musik.
Musik Angklung dan Pemainnya
            Kualitas musik yang didengar sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor pemain dan faktor ruangan. Faktor pemain terbagi menjadi dua bagian yaitu faktor teknis dan faktor non teknis. Kedua faktor ini memiliki pengaruh dan keterkaitan yang sangat besar. Faktor teknis adalah faktor yang berhubungan dengan teknik pemain musik dalam memainkan lagunya. Contohnya adalah kemampuan pemain dalam memainkan instrumennya, kemampuan pemain dalam membaca not dan menghafalkan lagu, mengerti bagaimana setiap bagian lagu dimainkan dan lain-lain.
            Faktor non teknis adalah faktor lain diluar kemampuan bermain dari pemain musik. Contohnya adalah kebosanan dalam memainkan lagu, suasana hati dalam memainkan lagu, kondisi pencahayaan ruangan yang menyilaukan, ruang ganti yang sempit dan lain-lain. Kualitas ruangan juga sangat berpengaruh pada faktor non teknis pemain. Ruangan yang baik juga dapat menyebabkan pemain dapat memainkan musik dengan lebih baik.
            Ternyata untuk menghasilkan bunyi angklung yang jernih, tidak bisa menggunakan sembarang bambu. Misalnya bambu sebaiknya ditebang bulan April atau Mei, menjelang musim kemarau. Alasannya, pada periode itu, bambu masih mengandung air, namun sudah mulai mengering.
            Selain itu, bambu yang bagus, adalah yang tumbuh pada tanah yang justru tidak terlalu gembur, sebab kandungan airnya sedikit. Bambu yang banyak mengandung air, akan menghasilkan suara yang tidak terlalu indah.
            Suara indah juga bisa didapat dari bambu yang sudah tua. Bambu yang masih muda mudah berkerut dan keropos. Di Cigugur, bambu yang diambil adalah yang berwarna hitam. Jenis ini lebih tebal daripada bambu kuning.
            Setelah ditebang dan dijemur, bambu dipotong-potong hingga panjangnya sesuai dengan kebutuhan. Panjang pendeknya bambu, berpengaruh pada nada yang dihasilkannya. Selama nada yang dihasilkan belum tepat, bambu akan diraut hingga sesuai kebutuhan.
            Setelah dipotong, dua bilah bambu dirangkai, menggunakan rotan sebagai pengikatnya. Kedua potong bambu tersebut mempunyai nada yang sama, namun dengan oktaf berbeda. Sementara sebagai variasi, digunakanlah ijuk dari pohon enau. Hiasan ini menjadi ciri Angklung Buncis, dan membedakannya dari angklung yang lazim ditemui.
            Proses pembuatan Angklung Buncis, mulai dari penebangan bambu hingga menjadi serangkai alat musik, memakan waktu sekitar dua minggu.
            Alat musik angklung sendiri menurut catatan sejarah telah dimainkan sejak lama di Indonesia, khususnya di Jawa dan Bali dengan susunan nada lima nada (pentatonis). Angklung konon dulu dimaikan baik sebagai alat musik maupun untuk pesta rakyat. Namun demikian, semenjak tahun 1938, Bapak Angklung Daeng Soetigna telah menyusun kembali susunan angklung dalam nada diatonik (tujuh nada) kromatis, sehingga sejak saat itu angklung dapat memainkan musik naional maupun internasional. Dan dapat disesuaikan dengan selera dari para pemain sehingga bermain angklung dapat lebih menyenangkan selain membentuk karakter kelompok (building character) melalui: dispilin, gotong royong dan kerjasama, seperti tertuang dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 082 tahun 1968 tentang Musik Angklung sebagai alat musik pendidikan.
Perangkat Angklung
            Perangkat musik angklung umumnya disebut dalam satuan unit dan set, perincian berdasarkan konvensi sebagai berikut:
satu unit unit besar (sebagai contoh) terdiri atas:
  • angklung melodi kecil nomor 0 s.d. 30 sebanyak 3 set.
  • angklung melodi besar nomor G s.d. f  sebanyak 2 set.
  • angklung akompanyemen (akord) sejumlah 12 buah.
  • angklung ko-akompanyemen (akord) sejumlah 12 buah.
Cara Memainkan Angklung
Seperti pada umumnya, angklung dimainkan dengan cara digetarkan. Untuk menghasilkan bunyi yang baik, maka ada beberapa teknik yang dapat diterapkan sebagai berikut.

Cara Memegang Angklung

Angklung dapat dipegang dengan cara sebagai berikut (ini berlaku untuk yang normal, jika kidal maka diperlakukan sebaliknya):
  • Tangan kiri bertugas memegang angklung dan tangan kanan bertugas menggetarkan angklung.
  • Tangan kiri dapat memegang angklung dengan cara memegang simpul pertemuan dua tiang angklung vertikal dan horisontal (yang berada di tengah), sehingga angklung dipegang tepat di tengah-tengah. Hal ini dapat dilakukan baik dengan genggaman tangan dengan telapak tangan mengahdap ke atas atau pun ke bawah.
  • Posisi angklung yang dipegang sebaiknya tegak, sejajar dengan tubuh, dengan jarak angklung dari tubuh cukup jauh (siku tangan kiri hampir lurus), agar angklung dapat digetarkan dengan baik dan maksimal.
  • Tangan kanan selanjutnya memegang ujung tabung dasar angklung (horisontal) dan siap menggetarkan angklung.

Cara Memegang Lebih dari Satu Angklung

            Untuk pemain yang memegang lebih dari satu angklung, dapat dilakukan cara memegang angklung sebagai berikut:

            Angklung yang ukurannya lebih besar dipegang tangan kiri pada posisi yang lebih dekat ke tubuh, baik dengan cara dimasukkan ke dalam lengan (jika angklung melodi besar atau yang masuk ke dalam lengan pemain) di posisi lengan bawah, atau dimasukkan ke dalam jari tangan kiri sehingga angklung sisanya dapat dipegang juga oleh jari tangan kiri lainnya dan masing-masing angklung dapat dimainkan dengan sempurna dan baik.


Cara Membunyikan Angklung
  • Angklung digetarkan oleh tangan kanan, dengan getaran ke kiri dan ke kanan, dengan posisi angklung tetap tegak (horisontal), tidak miring agar suara angklung angklung rata dan nyaring.
  • Sewaktu angklung digetarkan, sebaiknya dilakukan dengan frekuensi getaran yang cukup sering, sehingga suara angklung lebih halus dan rata.
  • Meskipun memainkan angklung bisa sambil duduk, tetapi disarankan pemain memainkan angklung sambil berdiri agar hasil permainan lebih baik.
  • Disarankan juga pada saat memulai latihan, dapat dimulai dengan latihan pemanasan, yaitu membunyikan angklung bersama-sama dengan melatih nada-nada pendek dan panjang secara bersama selama tiga sampai lima menit setiap latihan.

Beberapa Cara Memainkan Angklung
Sekurang-kurangnya terdapat dua cara yang paling umum tentang memainkan alat musik angklung, yaitu dengan digatarkan dan dipukul (dibunyikan putus-putus atau centok). Berikut disampaikan bberapa teknik yang dapat dipergunakan untuk bermain angklung dengan baik.
Menggetarkan Angklung
Angklung dibunyikan dengan digetarkan secara panjang sesuai nilai nada yang dimainkan.
Membunyikan Putus-putus, Dipukul (Centok)
            Angklung tidak digtarkan, melainkan dipukul ujung tabung dasar (horisontal)-nya oleh telapak tangan kanan untuk menghasilkan centok (seperti suara pukulan). Hal ini berguna untuk memainkan nada-nada pendek seperti tanda musik pizzicato.
Tengkep
            Angklung dibunyikan dengan digetarkan secara panjang sesuai nilai nada yang dimainkan, tetapi tidak seperti biasanya tabung kecilnya ditutup oleh salah satu jari tangan kiri sehingga tidak berbunyi (yang berbunyi hanya tabung yng besar saja). Hal ini dimaksudkan supaya dapat dihasilkan nada yang lebih halus sesui keperluan musik yang akan dimainkan (misalkan untuk tanda dinamika piano).
Nyambung
            Seperti disampaikan oleh guru angklung diatonis Bapak Daeng Soetigna, maka dianjurkan untuk membunyikan nada angklung secara nyambung. Hal ini dilkukan dengan teknik sebagai berikut: bila ada dua nada yang dimainkan secara berturutan, maka agar terdengar nyambung maka nada yang dibunyikan pertama dibunyikan sedikit lebih panjang dari nilai nadanya, sehingga saat nada kedua mulai dimainkan, nada pertama masih berbunyi sedikit, sehingga alunan nadanya terdengar nyambung dan tidak putus.

Dinamika (keras dan pelan)
            Sesuai kebutuhan lagu, angklung dapat dimainkan pelan (piano) atas keras (forte). Disarankan untuk kedua jenis dinamika ini sebaiknya frekuensi getaran angklung per detik tetap sama jumlahnya, sedangkan yang berbeda adalah jarak ayunan angklung oleh tangan kanan yang selanjutnya akan menentukan amplituda getaran dan menyebabkan keras atau pelannya lnada yang dimainkan.

Cara Memainkan Angklung Melodi dan Akompanyemen
            Cara bermain angklung di atas ditujukan untuk angklung melodi. Selain angklung melodi, terdapat angklung akompanyemen yang terdiri atas nada akor. Angklung ini dimainkan sesuai akor lagu, dan dapat dimainkan dengan dua cara, yaitu digetarkan dan ditengkep.
            Untuk teknik memainkan angklung akompanyemen dengan metoda centok (pukul), dapat dilakukan bersama dengn alat musik bass (bisa bass petik seperti cello/biola dengan ukuran besar) atau bass pukul (dari tabung angklung berukuran sangat besar). Teknik memainkannya mengikuti pola ritmik lagu seperti misalnya poila waltz ( 0 X X) atau mars ( 0X 0X 0X 0X), dengan keterangan 0 untuk memainkan bass dan X untuk memainkan angklung akompanyemen.
            Sebagai catatan tambahan, umumnya angklung akompanyemen mayor terdiri atas empat tabung dengan menyertakan nada septime (7)-nya, sehingga jika dibutuhkn untuk memainkan akor mayor murni maka nada septimenya sebaiknya tidak dimainkan (ditengkep) sesuai keperluan lagu.
            Angklung ko-akompanyemen adalah angklung akompanymen dengan susunan nada lebih tinggi satu oktaf. Biasanya angklung ini dimainkan bersahutan akompanyemen atau bersamaan dengan angklung akompanyemen, atau dimainkan secara khusus untuk jenis musik tertentu seperti keroncong.

Karakter angklung
            Berikut ini adalah penggambaran singkat dari karakter alat musik angklung, baik karakter sebagai instrumen maupun sifat-sifat yang muncul ketika angklung digunakan dalam membawakan lagu.

Bentuk Alat
            Angklung yang dibahas disini adalah angklung dengan skala diatonis yang ditemukan oleh Bapak Daeng Sutigna atau disebut juga angklung Padaeng. Secara struktur alat angklung terbuat dari tabung bambu. Prinsip suara yang dihasilkan adalah suara tabung bambu yang dipukul, dan dalam alat musik angklung tabung bambu tersebut "dipukul" dengan cara menggetarkan angklung.

            Bunyi angklung tetap bunyi bambu yang dipukul hanya ketika angklung digetarkan dengan frekuensi yang lebih rapat atau kerap maka 'kesan' pukul menjadi tersamarkan.

            Jika dianalogikan dengan bass pukul bambu dimana ukuran bambu yang digunakan cukup besar (berdiameter dan tinggi yang besar dibandingkan angklung) maka ketika bass pukul dibunyikan (dipukul) maka kesan pukul sudah nyaris hilang dan yang terdengar menyerupai seolah tabung bambu yang ditiup seperti wind instrument.

Berdasarkan Cara Memainkan
            Berdasarkan cara memainkan angklung ada dua prinsip dasar yang dikenal selama ini yaitu digetarkan dan di'centok' atau dipukul pendek (menyerupai teknik pizzicato atau dipetik pada biola). Dari cara main dengan digetarkan maka suara angklung dinilai mempunyai kualitas suara baik jika getarannya makin rapat. Jika angklung dimainkan tidak cukup kerap maka kesan bambu yang dipukul sangat dominan jika pemain angklung berjumlah sedikit (10-12 orang) maka bunyi ini kurang nyaman didengar. Pada getaran yang rapat karakter bunyi angklung tidak sepenuhnya dapat dianalogikan seperti bunyi tabung yang ditiup (analogi bass pukul bambu) karena udara yang digetarkan adalah efek dari bunyi pukul sehingga suara angklung seperti kombinasi antara suara tiup dan pukul. Pada penyeteman angklung kedua aspek bunyi dan pukul inilah yang diperhatikan.

Tidak ada komentar:

Terima kasih telah berkunjung di blog kami.. Semoga bermanfaat!!