Fakta sejarah ini telah ditulis oleh
banyak ulama Ahlus sunnah wal jama'ah yang hidup sezaman dengan Ibnu Taimiyyah
bahkan di antara mereka adalah mantan murid dari Ibnu Taimiyyah, seperti
Adz-Dzahabi dan Ibnu Syakir.
Para ulama yang menulis sejarah Ibnu
Taimiyyah adalah orang-orang yang hidup semasa dengan Ibnu Taimiyyah, mereka
menyaksikan, bertemu langsung dan bahkan ada yang berguru kepadanya sebelum
Ibnu Taimiyyah menyimpang dari ajaran salaf kemudian membebaskan diri setelah
mengetahui Ibnu Taimiyyah menyimpang dari ajaran mayoritas umat muslim. Maka
mereka para ulama tersebut lebih mengetahui sejarah dan ajaran Ibnu Taimiyyah
ketimbang kita dan para wahhabi sekarang ini.
Sebelumnya ada baiknya kita
mengetahui sedikit komentar para ulama Ahlus sunnah wal jama'ah tentang ajaran
Ibnu Taimiyyah :
قال المحدث الحافظ الفقيه ولي الدين
العراقي ابن الشيخ الحفاظ زين الدين العراقي : انه خرق الاجماع في مسائل كثيرة قيل
تبلغ ستين مسألة بعضها في الاصول و بعضها في الفروع خالف فيها بعد انعقاد الاجماع
عليها. ( الاجوبة المرضية على المسألة المكية)
Seorang Ahli Hadits yang mendapat
gelar Al-Hafidz Al-Faqih, Waliyuddin Al-Iraqi bin Syaikh Al-Haffadz Zainuddin
Al-Iraqi berkata " Sesungguhnya Ibnu Taimiyyah telah merusak mayoritas
umat muslim di dalam banyak permasalahan, dikatakan mencapai 60 permasalahan
sebagian mengenai akidah dan sebagian lainnya mengenai furu'. Ia telah
menyalahi permasalahan-permasalahan yang telah disepakati oleh umat Islam
".
(Al-Ajwibatul Mardhiyyah 'alal mas-alatil makkiyyah)
قال الشيخ ابن حجر الهيتمي ناقلا
المسائل التي خالف فيها ابن تيميه اجماع المسلمين ما نصه : وان العالم قديم بالنوع
ولم يزل مع الله مخلوقا دائما فجعله موجبا بالذات لا فاعلا بالاختيارتعالى الله عن
ذالك, وقوله بالجسمبة والجهة والانتقال و انه بقدر العرش لااصغر ولا اكبر , تعالى
الله عن هذا الافتراء الشنيع القبيخ والكفر البراح الصريح. (الفتاوى الحديثية ص:
١١٦)
Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitamy berkata
dengan menukil permasalahan-permasalahan Ibnu Taimiyyah yang menyalahi
kesepakaran umat Islam, yaitu : (Ibnu Taimiyyah telah berpendapat) bahwa Alam
itu bersifat dahulu dengan satu macam, dan selalu makhluk bersama Allah. Ia
telah menyandarkan alam dengan Dzat Allah Swt bukan dengan perbuatan Allah scra
ikhtiar, sungguh Maha Luhur Allah dari penyifatan yang demikian itu. Ibnu
Taimiyyah juga berkeyakinan adanya jisim pada Allah Swt, arah dan perpindahan.
Ia juga berkeyakinan bahwa Allah tidak lebih kecil dan tidak lebih besar dari
Arsy. Sungguh Allah maha Suci atas kedustaan keji dan buruk ini serta kekufuran
yang nyata ".
(Al-Fatawa Al-Haditsiyyah : 116)
وقال ايضا ما نصه : واياك ان تصغي الى
ما في كتب ابن تيمية وتلميذه ابن القيم الجوزية وغيرهما ممن اتخذ الهه هواه واضله
الله على علم و ختم على سمعه وقلبه وجعل على بصره غشاوة فمن يهديه من بعدالله. و
كيف تجاوز هؤلاء الملحدون الحدود و تعدواالرسوم وخرقوا سياج الشربعة والحقيقة
فظنوا بذالك انهم على هدى من ربهم وليسوا كذالك. (الفتاوى الحديثية ص:۲۰۳)
Beliau Syaikh Ibnu Hajar juga berkata
" Maka berhati-hatilah kamu, jangan kamu dengarkan apa yang ditulis oleh
Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah dan selain keduanya dari
orang-orang yang telah menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah
telah menyesatkannya dari ilmu serta menutup telinga dan hatinya dan menjdaikan
penghalang atas pandangannya. Maka siapakah yang mampu member petunjuk atas
orang yang telah Allah jauhkan ?. Bagaimana orang-orang sesat itu telah
melampai batasan-batasan syare'at dan aturan, dan mereka pun juga telah merobek
pakaian syare'at dan hakikat, mereka masih menyangka bahwa mereka di atas
petunjuk dari Tuhan mereka, padahal sungguh tidaklah demikian ".
(Al-Fatawa Al-Haditsiyyah : 203)
Seorang ulama besar Syaikh Abu
Al-Hasan Ali Ad-Dimasyqi Rh berkata dari ayahnya bahwasanya beliau bercerita
" Ketika kami sedang duduk di majlis Ibnu Taimiyyah, dan ia berceramah
hingga sampai pada pembahasan ayat Istiwa, ia berkata " Allah Swt
beristiwa di atas arasy-Nya seperti istiwaku ini ", maka manusia kaget dan
segera melompat ke arah Ibnu Taimiyyah dengan satu lompatan dan menurunkanya
dari kursi kemudian orang-orang segera menampar dan memukulnya dengan
sandal-sandal mereka dan selainnya. Mereka membawa Ibnu Taimiyyah ke salah satu
hakim, maka berkumpullah di majlis tersebut para ulama dan mereka mulai
mengintrogasinya " Apa dalil dari yang telah engkau katakan tadi ? ",
Ibnu Taimiyyah menjawab " Firman Allah Swt ; Ar-Rahmaanu 'alal arsyis
tawaa ", maka para ulama tertawa dan tahulah mereka bahwa ibnu taimiyyah
adalah orang bodoh. Yang tidak mengetahui kaidah-kaidah ilmu.
Kemudian para ulama bertanya lagi untuk memastikan urusannya " Apa
pendapatmu tentang firman Allah :
فاينما تولوا فثم وجه الله " Dimanapun kamu menghadap maka di sanalah wajah Allah
" ? Maka Ibnu Taimiyyah menjawab dengan jawaban yang meyakinkan bahwa ia
termasuk orang bodoh yang sebenarnya, ia tidak mengetahui apa yang ia katakana
dan ia telah tertipu oleh pujian orang-orang awam padanya dan beberapa para
ulama jumud yang kosong dari ilmu yang berdasarkan dalil-dalil.
(Al-Maqoolat As-Sunniyah : 36)
Sangat banyak hujatan para ualam
Aswaja (Ahlus sunnah wal jama'ah) kepada Ibnu Taimiyyah mengenai
ajaran-ajarannya yang menyimpang dari mayoritas ulama dan umat Islam, bahkan
para ulama sempat mengarang kitab-kitab untuk membantaha ajaran-ajarannya dan
demi menyelamatkan umat Islam dari kesesatannya. Di antaranya :
Al-Qâdlî al-Mufassir Badruddin Muhammad ibn Ibrahim ibn Jama'ah asy-Syafi'i (w
733 H).
1. Al-Qâdlî Ibn
Muhammad al-Hariri al-Anshari al-Hanafi.
2. Al-Qâdlî Muhammad
ibn Abi Bakr al-Maliki.
3. Al-Qâdlî
Ahmad ibn Umar al-Maqdisi al-Hanbali.
Ke empat ulama yang juga menjabat qodhi inilah yang merekomendasikan fatwa
untuk memenjarakan Ibnu Taimiyyah. Dan sempat berpindah-pindah penjara.
4. Syekh Shaleh
ibn Abdillah al-Batha-ihi, Syekh al-Munaibi' ar-Rifa'i. salah seorang ulama
terkemuka yang telah menetap di Damaskus (w 707 H).
5. Syekh
Kamaluddin Muhammad ibn Abi al-Hasan Ali as-Sarraj ar-Rifa'i al-Qurasyi
asy-Syafi'i. salah seorang ulama terkemuka yang hidup semasa dengan Ibn
Taimiyah sendiri. Tuffâh al-Arwâh Wa Fattâh al-Arbâh
6. Ahli Fiqih
dan ahli teologi serta ahli tasawwuf terkemuka di masanya; Syekh Tajuddin Ahmad
ibn ibn Athaillah al-Iskandari asy-Syadzili (w 709 H).
7. Pimpinan
para hakim (Qâdlî al-Qudlât) di seluruh wilayah negara Mesir; Syekh Ahmad ibn
Ibrahim as-Suruji al-Hanafi (w 710 H) • I'tirâdlât 'Alâ Ibn Taimiyah Fi 'Ilm
al-Kalâm.
8. Pimpinan
para hakim madzhab Maliki di seluruh wilayah negara Mesir pada masanya; Syekh
Ali ibn Makhluf (w 718 H). Di antara pernyataannya sebagai berikut: "Ibn
Taimiyah adalah orang yang berkeyakinan tajsîm, dan dalam keyakinan kita
barangsiapa berkeyakinan semacam ini maka ia telah menjadi kafir yang wajib
dibunuh".
9. Syekh
al-Faqîh Ali ibn Ya'qub al-Bakri (w 724 H). Ketika suatu waktu Ibn Taimiyah
masuk wilayah Mesir, Syekh Ali ibn Ya'qub ini adalah salah seorang ulama
terkemuka yang menentang dan memerangi berbagai faham sesatnya.
10. Al-Faqîh
Syamsuddin Muhammad ibn Adlan asy-Syafi'i (w 749 H). Salah seorang ulama
terkemuka yang hidup semasa dengan Ibn Taimiyah yang telah mengutip langsung
bahwa di antara kesesatan Ibn Taimiyah mengatakan bahwa Allah berada di atas
arsy, dan secara hakekat Dia berada dan bertempat di atasnya, juga mengatakan
bahwa sifat Kalam Allah berupa huruf dan suara.
11. Imam
al-Hâfizh al-Mujtahid Taqiyuddin Ali ibn Abd al-Kafi as-Subki (w 756 H). •
al-I'tibâr Bi Baqâ' al-Jannah Wa an-Nâr. • ad-Durrah al-Mudliyyah Fî ar-Radd
'Alâ Ibn Taimiyah. • Syifâ' as-Saqâm Fî Ziyârah Khair al-Anâm. • an-Nazhar
al-Muhaqqaq Fi al-Halaf Bi ath-Thalâq al-Mu'allaq. • Naqd al-Ijtimâ' Wa
al-Iftirâq Fî Masâ-il al-Aymân Wa ath-Thalâq. • at-Tahqîq Fî Mas-alah
at-Ta'lîq. • Raf'u asy-Syiqâq Fî Mas'alah ath-Thalâq.
12. Al-Muhaddits
al-Mufassir al-Ushûly al-Faqîh Muhammad ibn Umar ibn Makki yang dikenal dengan
sebutan Ibn al-Murahhil asy-Syafi'i (w 716 H). Di masa hidupnya ulama besar ini
telah berdebat dan memerangi Ibn Taimiyah.
13. Imam
al-Hâfizh Abu Sa'id Shalahuddin al-'Ala-i (w 761 H). Imam terkemuka ini mencela
dan telah memerangi Ibn Taimiyah. Lihat kitab Dakhâ-ir al-Qashr Fî Tarâjum
Nubalâ' al-'Ashr karya Ibn Thulun pada halaman 32-33. • Ahâdîts Ziyârah Qabr
an-Naby.
14. Pimpinan
para hakim (Qâdlî al-Qudlât) kota Madinah Imam Abu Abdillah Muhammad ibn
Musallam ibn Malik ash-Shalihi al-Hanbali (w 726 H).
15. Imam Syekh
Ahmad ibn Yahya al-Kullabi al-Halabi yang dikenal dengan sebutan Ibn Jahbal (w
733 H), semasa dengan Ibn Taimiyah sendiri. • Risâlah Fî Nafyi al-Jihah.
16. Al-Qâdlî
Kamaluddin ibn az-Zamlakani (w 727 H). Ulama besar yang semasa dengan Ibn
Taimiyah ini telah memerangi seluruh kesesatan Ibn Taimiyah, hingga beliau
menuliskan dua risalah untuk itu. Pertama dalam masalah talaq, dan kedua dalam
masalah ziarah ke makam Rasulullah.
17. Al-Qâdlî
Shafiyuddin al-Hindi (w 715 H), semasa dengan Ibn Taimiyah sendiri.
18. Al-Faqîh al-Muhaddits Ali ibn Muhammad al-Baji asy-Syafi'i (w 714 H). Telah
memerangi Ibn Taimiyah dalam empat belas keyakinan sesatnya, dan telah
mengalahkan serta menundukannya.
18. Sejarawan
terkemuka (al-Mu-arrikh) al-Faqîh al-Mutakallim al-Fakhr ibn Mu'allim
al-Qurasyi (w 725 H). • Najm al-Muhtadî Wa Rajm al-Mu'tadî
19. Al-Faqîh
Muhammad ibn Ali ibn Ali al-Mazini ad-Dahhan ad-Damasyqi (w 721 H). • Risâlah
Fî ar-Radd 'Alâ Ibn Taimiyah Fî Mas-alah ath-Thalâq. • Risâlah Fî ar-Radd 'Alâ
Ibn Taimiyah Fî Mas-alah az-Ziayârah
20. Al-Faqîh Abu
al-Qasim Ahmad ibn Muhammad ibn Muhammad asy-Syirazi (w 733 H). • Risâlah Fi
ar-Radd 'Alâ Ibn Taimiyah
21. Al-Faqîh
al-Muhaddits Jalaluddin al-Qazwini asy-Syafi'i (w 739 H).
22. As-Sulthan
Ibn Qalawun (w 741 H). Beliau adalah Sultan kaum Muslimin saat itu, telah
menuliskan surat resmi prihal kesesatan Ibn Taimiyah.
23. Al-Hâfizh
adz-Dzahabi (w 748 H) yang merupakan murid Ibn Taimiyah sendiri. • Bayân Zaghl
al-'Ilm Wa ath-Thalab. • an-Nashîhah adz-Dzahabiyyah.
Al-Mufassir Abu Hayyan al-Andalusi (745 H). • Tafsîr an-Nahr al-Mâdd Min
al-Bahr al-Muhîth
24. Syekh
Afifuddin Abdullah ibn As'ad al-Yafi'i al-Yamani al-Makki (w 768 H).
25. Al-Faqîh
Syekh Ibn Bathuthah, salah seorang ulama terkemuka yang telah banyak melakukan
rihlah (perjalanan).
26. Al-Faqîh
Tajuddin Abdul Wahhab ibn Taqiyuddin Ali ibn Abd al-Kafi as-Subki (w 771 H). •
Thabaqât asy-Syâfi'iyyah al-Kubrâ
27. Seorang
ulama ahli sejarah terkemuka (al-Mu-arrikh) Syekh Ibn Syakir al-Kutubi (w 764
H). • 'Uyûn at-Tawârikh.
28. Syekh Umar
ibn Abi al-Yaman al-Lakhmi al-Fakihi al-Maliki (w 734 H). • at-Tuhfah
al-Mukhtârah Fî ar-Radd 'Alâ Munkir az-Ziyârah
29. Al-Qâdlî
Muhammad as-Sa'di al-Mishri al-Akhna'i (w 750 H). • al-Maqâlât al-Mardliyyah Fî
ar-Radd 'Alâ Man Yunkir az-Ziyârah al-Muhammadiyyah, dicetak satu kitab dengan
al-Barâhîn as-Sâthi'ah karya Syekh Salamah al-Azami.
30. Syekh Isa
az-Zawawi al-Maliki (w 743 H). • Risâlah Fî Mas-alah ath-Thalâq.
31. Syekh Ahamad
ibn Utsman at-Turkimani al-Jauzajani al-Hanafi (w 744 H). • al-Abhâts
al-Jaliyyah Fî ar-Radd 'Alâ Ibn Taimiyah.
32. Imam
al-Hâfizh Abdul Rahman ibn Ahmad yang dikenal dengan Ibn Rajab al-Hanbali (w
795 H). •
33. Bayân
Musykil al-Ahâdîts al-Wâridah Fî Anna ath-Thalâq ats-Tsalâts Wâhidah.
34. Imam
al-Hâfizh Ibn Hajar al-Asqalani (w 852 H). • ad-Durar al-Kâminah Fî A'yân
al-Mi-ah ats-Tsâminah. • Lisân al-Mizân. • Fath al-Bâri Syarh Shahîh
al-Bukhâri. • al-Isyârah Bi Thuruq Hadîts az-Ziyârah.
35. Imam
al-Hâfizh Waliyuddin al-Iraqi (w 826 H). • al-Ajwibah al-Mardliyyah Fî ar-Radd
'Alâ al-As-ilah al-Makkiyyah.
36. Al-Faqîh
al-Mu-arrikh Imam Ibn Qadli Syubhah asy-Syafi'i (w 851 H). • Târîkh Ibn Qâdlî
Syubhah.
37. Al-Faqîh
al-Mutakallim Abu Bakar al-Hushni penulis kitab Kifâyah al-Akhyâr (829 H). •
Daf'u Syubah Man Syabbah Wa Tamarrad Wa Nasaba Dzâlika Ilâ Imam Ahmad.
38. Salah
seorang ulama terkemuka di daratan Afrika pada masanya; Syekh Abu Abdillah ibn
Arafah at-Tunisi al-Maliki (w 803 H).
39. Al-'Allâmah
Ala'uddin al-Bukhari al-Hanafi (w 841 H). Beliau mengatakn bahwa Ibn Taimiyah
adalah seorang yang kafir. Beliau juga mengkafirkan orang yang menyebut Ibn
Taimiyah dengan Syekh al-Islâm jika orang tersebut telah mengetahui
kekufuran-kekufuran Ibn Taimiyah. Pernyataan al-'Allâmah Ala'uddin al-Bukhari
ini dikutip oleh Imam al-Hâfizh as-Sakhawi dalam kitab adl-Dlau' al-Lâmi'.
Dan masih banyak lagi ulama yang lainnya.
Sekarang marilah kita simak penuturan seorang ulama yang sezaman dengan Ibnu
Taimiyyah yaitu Ibnu Syakir Al-Kutuby dalam salah satu kitab tarikhnya juz 20
yang telah diabadikan oleh seorang ulama besar dari kalangan Ahklus sunnah yang
terkenal di seluruh penjuru dunia yaitu Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Astqolani dalam
kitabnya " Ad-Duroru Al-Kaaminah " dan beliau juga penyarah kitab
Shohih Bukhori yang dinamakan Fathu Al-Bari. Berikut penuturan beliau yang
begitu panjang namun saya singkat dengan tanpa menghilangkan maksud tujuannya :
Sidang
Pertama :
Di tahun 705 di hari ke delapan
bulan Rajab, Ibnu Taimiyyah disidang dalam satu majlis persidangan yang
dihadiri oleh para penguasa dan para ulama ahli fiqih di hadapan wakil sulthon.
Maka Ibnu Taimiyyah ditanya tentang aqidahnya, lalu ia mengutarakan sedikit
dari aqidahnya. Kemudian dihadirkan kitab aqidahnya Al-Wasithiyyah dan
dibacakan dalam persidangan, maka terjadilah pembahasan yang banyak dan masih
ada sisa pembahasan yang ditunda untuk sidang berikutnya.
Dan di tahun 707 hari ke-6 bulan
Rabi'ul Awwal hari kamis, Ibnu Taimiyyah menyatakan taubatnya dari akidah dan
ajaran sesatnya di hadapan para ulama Ahlus sunnah wal jama'ah dari kalangan
empat madzhab, bahkan ia membuat perjanjian kepada para ulama dan hakim dengan
tertulis dan tanda tangan untuk tidak kembali ke ajaran sesatnya, namun setelah
itu ia pun masih sering membuat fatwa-fatwa nyeleneh dan mengkhianati surat
perjanjiannya hingga akhirnya ia mondar-mandir masuk penjara dan wafat di
penjara sebagaimana nanti akan diutarakan ucapan dari para ulama.
Berikut ini pernyataan Ibnu taimiyyah tentang pertaubatannya :
الحمد الله، الذي أعتقده أن في
القرءان معنى قائم بذات الله وهو صفة من صفات ذاته القديمة الأزلية وهو غير مخلوق،
وليس بحرف ولا صوت، وليس هو حالا في مخلوق أصلا ولا ورق ولا حبر ولا غير ذلك،
والذي أعتقده في قوله: ? الرحمن
على آلعرش آستوى ? [سورة طه] أنه على ما قال الجماعة الحاضرون وليس على حقيقته
وظاهره، ولا أعلم كنه المراد به، بل لا يعلم ذلك إلا الله، والقول في النزول
كالقول في الاستواء أقول فيه ما أقول فيه لا أعرف كنه المراد به بل لا يعلم ذلك
إلا الله، وليس على حقيقته وظاهره كما قال الجماعة الحاضرون، وكل ما يخالف هذا
الاعتقاد فهو باطل، وكل ما في خطي أو لفظي مما يخالف ذلك فهو باطل، وكل ما في ذلك
مما فيه إضلال الخلق أو نسبة ما لا يليق بالله إليه فأنا بريء منه فقد تبرأت منه
وتائب إلى الله من كل ما يخالفه وكل ما كتبته وقلته في هذه الورقة فأنا مختار فى
ذلك غير مكره.
كتبه أحمد بن تيمية) وذلك يوم الخميس سادس شهر ربيع
الآخر سنة سبع وسبعمائة)
"
Segala puji bagi Allah yang aku yakini bahwa di dalam Al-Quran memiliki makna
yang berdiri dengan Dzat Allah Swt yaitu sifat dari sifat-sifat Dzat Allah Swt
yang maha dahulu lagi maha azali dan al-Quran bukanlah makhluq, bukan berupa
huruf dan suara, bukan suatu keadaan bagi makhluk sama sekali dan juga bukan
berupa kertas dan tinta dan bukan yang lainnya. Dan aku meyakini bahwa firman Allah
Swt " الرحمن على آلعرش آستوى adalah apa yang telah dikatakan oleh para jama'ah (ulama) yang
hadir ini dan bukanlah istawa itu secara hakekat dan dhohirnya, dan aku pun
tidak mengetahui arti dan maksud yang sesungguhnya kecuali Allah Swt, bukan
istawa secara hakekat dan dhohir seperti yang dinyatakan oleh jama'ah yang
hadir ini. Semua yang bertentangan dengan akidah I ni adalah batil. Dan semua
apa yang ada dalam tulisanku dan ucapanku yang bertentangan dari semua itu
adalah batil. Semua apa yang telah aku gtulis dan ucapkan sebelumnya adalah
suatu penyesatan kepada umat atau penisbatan sesuatu yang tidak layak bagi
Allah Swt, maka aku berlepas diri dan menjauhkan diri dari semua itu. Aku
bertaubat kepada Allah dari ajaran yang menyalahi-Nya. Dan semua yang aku dan
aku ucapkan di kertas ini maka aku dengan suka rela tanpa adanya paksaan "
Telah menulisnya :
(Ahmad Ibnu Taimiyyah)
Kamis, 6-Rabiul Awwal-707 H.
Di atas surat pernyaan itu telah
ditanda tangani di bagian atasnya oleh Ketua hakim, Badruddin bin jama'ah.
Pernyataan
ini telah disaksikan, diakui dan ditanda tangani oleh :
1. Muhammad bin
Ibrahim Asy-Syafi'i, beliau menyatakan :
اعترف عندي بكل ما كتبه بخطه في
التاريخ المذكور
(Aku
mengakui segala apa yang telah dinyatakan oleh Ibnu Taimiyyah ditanggal
tersebut)
2. Abdul Ghoni
bin Muhammad Al-Hanbali :
اعترف بكل ما كتب بخطه
(Aku
mengakui apa yang telah dinyatakannya)
3. Ahmad bin
Rif'ah
4. Abdul Aziz
An-Namrowi :
أقر بذلك
(Aku
mengakuinya)
5. Ali bin
Miuhammad bin Khoththob Al-Baji Asy-Syafi'I :
أقر بذلك كله بتاريخه
(Aku mengakui
itu dengan tanggalnya)
6. Hasan bin
Ahmad bin Muhammad Al-Husaini :
جرى ذلك بحضوري في تاريخه
(Ini terjadi
di hadapanku dengan tanggalnya)
7. Abdullah bin
jama'ah (Aku mengakuinya)
8. Muhammad bin
Utsman Al-Barbajubi :
أقز بذلك وكتبه بحضوري
(Aku
mengakuinya dan menulisnya dihadapanku)
Mereka semua adalah para ulama besar
di masa itu salah satunya adalah syaikh Ibnu Rif'ah yang telah mengarang kitab
Al-Matlabu Al-'Aali " syarah dari kitab Al-Wasith imam Ghozali sebanyak 40
jilid.
Namun faktanya Ibnu Taimiyah tidak lama melanggar perjanjian tersebut dan
kembali lagi dengan ajaran-ajaran menyimpangnya. Sampai-sampai dikatakan oleh
seorang ulama :
لكن لم تمض
مدة على ذلك حتى نقض ابن تيمية عهوده ومواثيقه كما هو عادة أئمة الضلال ورجع إلى
عادته القديمة في الإضلال.
" Akan tetapi tidak lama
setelah itu Ibnu Taimiyyah melanggar perjanjian dan pernyataannya itu
sebegaimana kebiasaan para imam sesat dan ia kembali pada kebiasaan lamanya di
dalam menyesatkan umat "
Sidang kedua
:
Diadakan hari jum'ah hari ke-12 dari
bulan Rajab. Ikut hadir saat itu seorang ulama besar Shofiyuddin Al-Hindiy.
Maka mulailah pembahasan, mereka mewakilkan kepada syaikh Kamaluddin
Az-Zamalkani dan akhirnya beliau memenangkan diskusi itu, beliau telah
membungkam habis Ibnu Taimiyyah dalam persidangan tersebut. Ibnu Taimiyyah
merasa khawatir atas dirinya, maka ia member kesaksian pada orang-orang yang
hadir bahwa ia mengaku bermadzhab Syafi'I dan beraqidah dengan aqidah imam
Syafi'i. Maka orang-orang ridho dengannya dan mereka pun pulang.
Sidang
ketiga :
Sebelumnya Ibnu Taimiyyah mengaku
bermadzhab Syafi'I, namun pada kenyataannya ia masih membuat ulah dengan
fatwa-fatwa yang aneh-aneh sehingga banyak mempengaruhi orang lain. Maka pada
akhir bulan Rajab, para ulama ahli fiqih dan para qodhi berkumpul di satu
persidangan yang dihadiri wakil shulthon saat itu. Maka mereka semua saling
membahas tentang permasalahan aqidah dan berjalanlah persidangan sbgaiamana
persidangan yang pertama.
Setelah beberapa hari datanglah
surat dari sulthon untuk berangkat bersama seorang utusan dari Mesir dengan
permintaan ketua qodhi Najmuddin. Di antara isi surat tersebut berbunyi "
Kalian mengetahui apa yang terjadi di tahun 98 tentang aqidah Ibnu Taimiyyah
". Maka mereka bertanya kepada orang-orang tentang apa yang terjadi pada
Ibnu Taimiyyah. Maka orang-orang mendatangkan aqidah Ibnu Taimiyyah kepada
qodhi Jalaluddin Al-Quzwaini yang pernah dihadapkan kepada ketua qodhi
imamuddin. Maka mereka membincangkan masalah ini kepada Raja supaya mengirim
surat untuk masalah ini dan raja pun mnyetujuinya.
Kemudian setelah itu Raja
memerintahkan syamsuddin Muhammad Al-Muhamadar Ibnuuntuk mendatangi Ibnu
Taimiyyah dan ia pun berkata kepada Ibnu Taimiyyah " Raja telah memerintahkanmu
untuk pergi esok hari. Maka Ibnu Taimiyyah berangkat ditemani oleh dua Abdullah
dan Abdurrahman serta beberapa jama'ahnya.
Sidang
keempat :
Maka pada hari ketujuh bulan Syawwal
sampailah Ibnu Taimiyyah ke Mesir dan diadakan satu persidangan berikutnya di
benteng Kairo di hadapan para qodhi dan para ulama ahli fiqih dari empat
madzhab. Kemudian syaikh Syamsuddin bin Adnan Asy-Syafi'I berbicara dan
menyebutkan tentang beberapa fasal dari aqidah Ibnu Taimiyyah. Maka Ibnu
Taimiyyah memulai pembicaraan dengan pujian kepada Allah Swt dan berbicara
dengan pembicaraan yang mengarah pada nasehat bukan pengklarifikasian. Maka
dijawa " Wahai syaikh, apa yang kau bicarakan kami telah mengetahuinya dan
kami tidak ada hajat atas nasehatmu, kami telah menampilkan pertanyaan padamu
maka jawablah ! ". Ibnu Taimiiyah hendak mengulangi pujian kepada Allah,
tapi para ulama menyetopnya dan berkata " Jawablah wahai syaikh ".
Maka Ibnu Taimiyyah terdiam ". Dan para ulama mengulangi pertanyaan berulang-ulang
kali tapi Ibnu Taimiyyah selalu berbeli-belit dalam berbicara. Maka seorang
qodhi yang bermadzhab Maliki memerintahkannya untuk memenjarakan Ibnu Taimiyyah
di satu ruangan yang ada di benteng tersebut bersama dua saudaranya yang ikut
bersamanya itu.\
Begitu lamanya ia menetap di penjara
dalam benteng tersebut hingga ia wafat dalam penjara pada malam hari tanggal
22, Dzulqo'dah tahun 728 H.
Sejarah ini telah ditulis oleh para
ulama di dalam banyak literaul kitab yang mu'tabar di antaranya kitab Ad-Duraru
Al-Kaminah karya Ibnu Hajar, kitab Nihayah Al-Arab Fi Funun Al-Adab karya
As-Syeikh Syihabuddin An-Nuwairy wafat 733H cetakan Dar Al-Kutub Al-Misriyyah
dan yang lainnya.
Demikian lah sejarah singkat Ibnu
Taimiyah seorag figur dari cikal-bakal munculnya ajaran wahhabiyyah dan seorang
ulama andalan yang dijadikan rujukan oleh para ulama wahhabi.