Selamat Datang Di Tarojjumah.Com - Selamat Datang Di Tarojjumah.Com - Selamat Datang Di Tarojjumah.Com

Sabtu, 10 Agustus 2013

Secara Teori, Pejabat itu Pelayan Masyarakat yang Tidak Berwenang Membuat Peraturan

Bogor, bimasislam-- Mempelajari Peraturan Perundang-undangan itu perpaduan antara art and skill. Teori Perundang-undangan bisa dibaca dan dipelajari, namun pemahaman mengenai Peraturan Perundang-undangan dapat diperoleh dari “jam terbang” dan pengalaman. Demikian disampaikan Prof. Dr. Jimly Asshidqie, mantan ketua MK pada acara orientasi penyusunan Peraturan Perundang-undangan di Lingkungan Ditjen Bimas Islam yang diselenggarakan oleh Bagian Ortala dan Kepegawaian Setditjen Bimas Islam dari tanggal 24-26 Juli 2013 di hotel Ammarosa Bogor (25/7).

Lebih lanjut Prof. Jimly menyinggung hal terkait dengan praktik kodifikasi hukum, yang mana diawali adalah pada zaman khulafaurrasyidin, Harun Al-Rasyid, yang berpendapat bahwa seharusnya Negara memiliki peraturan perundang-undangan yang dibukukan. Maka sebenarnya sebelum Bangsa Eropa mengenalkan Civil Law (peraturan yang dituliskan dalam kitab menjadi hukum tertulis), Islam sudah mengenalkannya karena sumber dari Civil Law Islam dimaksud adalah Al-Qur’an (sumber segala hukum).

Dengan susunan kata yang teratur, ketua DKPP KPU ini juga memaparkan bahwa pada dasarnya rakyat lah yang memiliki kuasa membuat undang-undang. Tidak boleh Negara yang mengatur, namun demikian hal tersebut sulit untuk diterapkan. Karenannya, urainya, untuk mengatasinya dibentuklah sistem pendelegasian wewenang (legislative delegation) dari Rakyat ke Perwakilan sehingga muncul sistem Legislasi, yaitu perwakilan-perwakilan Rakyat berkumpul merumuskan Undang-Undang/Peraturan, sehingga menghasilkan logika Pejabat Negara dengan level ter-rendah yang memiliki kewenangan untuk “mengatur” membuat peraturan yang mengikat publik adalah Menteri.

Merujuk pada pendekatan “Legislative Delegation” sebagaimana diuraikan di atas, terangnya, maka konstruksi berfikir kita harus dimulai dari Dirjen sama dengan pegawai (PNS),  Pegawai (PNS) sama dengan Pelayan Masyarakat, seharusnya berperan sebagai Pelayan Publik, sehingga tidak boleh Pelayan Masyarakat membuat Peraturan yang mengikat masyarakat.

Namun demikian, Peraturan Dirjen yang sudah terlanjur terbit tidak lantas batal demi hukum, karena dua hal, antara lain: Hal seperti ini sudah menjadi kebiasaan dalam praktik ketatanegaraan  di  Indonesia (Konvensi). Alasan kedua, adanya perbedaan pendapat dalam menafsirkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang isinya tidak melarang adanya Peraturan Dirjen. Sebagai contoh, tetap berlakunya Peraturan Dirjen Perbendaharaan, Peraturan Dirjen Anggaran, Peraturan Dirjen  Bea Cukai ujar Pria kelahiran Palembang, 17 April 1956 Ini.

Berdasarkan pantauan bimasislam, kegiatan ini juga menghadirkan pembicara dari luar Bimas Islam seperti Dr. H. Taufikurrahman Syahuri (Komisioner KY) dan Pocut Eliza, SH (Direktur Penyusunan Peraturan Perundang-undangan Depkumham). (bag-orata/foto:bimasislam)

Tidak ada komentar:

Terima kasih telah berkunjung di blog kami.. Semoga bermanfaat!!