Emansipasi
Yang Sesungguhnya
Oleh :
Muh. Rifai
Keluarga merupakan pondasi dasar penyebaran
islam. Dari keluarga lah, muncul pemimpin-pemimpin yang berjihad di jalan
Allah, dan akan datang bibit-bibit yang akan berjuang meninggikan
kalimat-kalimat Allah. Dan peran terbesar dalam hal tersebut adalah kaum
wanita.
Agama Islam sangat memuliakan dan mengagungkan
kedudukan kaum perempuan, dengan menyamakan mereka dengan kaum laki-laki dalam
mayoritas hukum-hukum syariat, dalam kewajiban bertauhid kepada Allah,
menyempurnakan keimanan, dalam pahala dan siksaan, serta keumuman anjuran dan
larangan dalam Islam.
Allah Ta’ala berfirman,
{وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ
الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ
الْجَنَّةَ وَلا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا}
“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik
laki-laki maupun perempuan sedang dia orang yang beriman, maka mereka itu akan
masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun” (QS
an-Nisaa’:124).
Agungnya tugas dan peran wanita ini terlihat
jelas pada kedudukannya sebagai pendidik pertama dan utama generasi muda Islam,
yang dengan memberikan bimbingan yang baik bagi mereka, berarti telah
mengusahakan perbaikan besar bagi masyarakat dan umat Islam.
Memuliakan wanita secara hakiki hanyalah dgn
mengembangkan potensinya sesuai dgn kodrat kewa-nitaannya. Jika tidak maka
ukuran itu akan menjadi berbalik seratus delapan puluh derajat. Jangan heran
jika nanti kekuasaan berada di tangan kaum hawa atau mereka menolak utk
mengan-dung menyusui anaknya sendiri sebagai bentuk pertunjukan kejantanan
kepada sang suami. Serta akan menjadi wajar pula -seperti saat ini banyak kita
temui- jika laki-laki hanya menjadi penunggu rumah mengatur dan
membersihkan-nya serta menyediakan makanan sambil menunggu isterinya pulang
kerja.
Sungguh,
tidak ada yang mempunyai pengaruh terbesar bagi seorang suami melainkan sang
istri yang dicintainya.
Karena itu wanita dalam masyarakat Islam
memiliki peranan yg sangat penting tetapi sesuai dgn bingkai yg telah
digariskan oleh Islam. Dalam kata lain peranan itu tidak bertentangan dgn
kodratnya sebagi wanita yg dalam susunan biologis dan nilai-nilai kejiwaannya
berbeda dgn laki-laki.
Minimnya perhatian dan
kelembutan seorang ibu yang tersita waktunya untuk aktivitas di luar rumah,
jika mau disadari, sejatinya berpengaruh besar pada perkembangan jiwa anak.
Terlebih jika keperluan anak dan suaminya malah diserahkan kepada sang
pembantu/babysitter. Lantas di manakah tanggung jawab untuk menjadikan rumah
sebagai madrasah bagi anak-anak mereka? Siapakah yang
lebih mempunyai pengaruh terhadap anak-anak? Siapakah yang lebih dekat kepada
anak-anak? siapakah yang mempunyai banyak waktu untuk anak-anak? Tidak lain
adalah ibu-ibu mereka. Seorang ibu merupakan seseorang yang senantiasa
diharapkan kehadirannya bagi anak-anaknya. Seorang ibu dapat menjadikan
anak-anaknya menjadi orang yang baik sebagaimana seorang ibu bisa menjadikan
anaknya menjadi orang yang jahat. Baik buruknya seorang anak, dapat dipengaruhi
oleh baik atau tidaknya seorang ibu yang menjadi panutan anak-anaknya.
Inilah peran yang seharusnya dilakukan bagi
seorang wanita. Menjadi seorang pemimpin bukanlah hal yang perlu dilakukan
wanita, akan tetapi menjadi pendamping seorang pemimpin (pemimpin rumah tangga
atau lainnya) yang dapat membantu, mengarahkan dan menenangkan adalah hal yang
sangat mulia jika di dalamnya berisi ketaatan kepada Allah Ta’ala.
Ketahuilah, banyak dikalangan orang-orang
besar, bahkan sebagian para imam dan ahli ilmu merupakan orang-orang yatim,
yang hanya dibesarkan oleh seorang ibu. Dan lihatlah hasil yang di dapatkannya.
Mereka berkembang menjadi seorang ahli ilmu dan para imam kaum muslimin. Sebut
saja, Imam Syafi’I, Imam Ahmad, Al-Bukhori dll adalah para ulama yang
dibesarkan hanya dari seorang ibu. Karena kasih sayang, pendidikan yang baik
dan doa dari seorang ibu merupakan kekuatan yang dapat menyemangati anak-anak
mereka dalam kebaikan.
Syaikh Bakr Abu Zaid, ketika menjelaskan
pengaruh tingkah laku buruk seorang ibu dalam membentuk kepribadian buruk
anaknya, beliau berkata,
“Jika seorang ibu tidak memakai hijab
(pakaian yang menutup aurat), tidak menjaga kehormatan dirinya, sering keluar
rumah (tanpa ada alasan yang dibenarkan agama), suka berdandan dengan
menampakkan (kecantikannya di luar rumah), senang bergaul dengan kaum lelaki
yang bukan mahramnya, dan lain sebagainya, maka ini (secara tidak
langsung) merupakan pendidikan (yang berupa) praktek (nyata) bagi anaknya,
untuk (mengarahkannya kepada) penyimpangan (akhlak) dan memalingkannya dari
pendidikan baik yang membuahkan hasil yang terpuji, berupa (kesadaran untuk)
memakai hijab (pakaian yang menutup aurat), menjaga kehormatan dan kesucian
diri, serta (memiliki) rasa malu, inilah yang dinamakan dengan ‘pengajaran pada
fitrah (manusia)’ “ [Kitab “Hirasatul fadhiilah” (hal. 127-128)].
Karenanya, jika para wanita sadar akan
pentingnya dan sibuknya kehidupan di keluarga, niscaya mereka tidak akan
mempunyai waktu untuk mengurusi hal-hal di luar keluarganya. Apalagi
berangan-angan untuk menggantikan posisi laki-laki dalam mencari nafkah.
Tak
diragukan lagi masyarakat barat telah menjungkirbalikkan ukuran norma dan
nilai-nilai kewanitaan. Kaum wanita diposisikan sejajar dgn laki-laki dalam
segala hal dari masalah yg besar hingga soal-soal yg terkecil. Seruan pembebasan
wanita itu telah dipetik hasilnya sejak lama. Masyarakat barat yg mengibarkan
bendera pembebasan wanita itu lalu menebarkan racun emansipasi di tengah
umat Islam. Para penyeru itu lupa, lebih tepatnya dikatakan pura-pura lupa
terhadap masing-masing kodrat dua jenis makhluk tersebut. Secara biologis dan
kejiwaan keduanya diciptakan Allah Ta’ala secara berbeda.
Persamaan gender yang didengungkan oleh kaum
barat, tidak lain adalah untuk menghancurkan pondasi keislaman seorang
muslimah, sehingga ia meninggalkan kewajibannya sebagai seorang wanita.
Mereka menginginkan kehancuran Islam. Dan
mereka tahu kuncinya berada di tangan wanita. Karena itu pula Nabi tidak
mewasiatkan tentang fitnah yg lebih berbahaya atas kaum lelaki selain dari
wanita. Dan jalan menuju kerusakan suatu kaum tidak lain adalah melalui kaum
wanita.
Oleh
karena itu kita jangan sampai salah menafsirkan Emansipasi atau Gender, yang
akhirnya akan dapat merusak dan menghancurkan pondasi keislaman kita lebih
khususnya kaum wanita. Semoga artikel ini bisa bermanfaat bagi kita sebagai
kaum muslim atau muslimah. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar