Jilbab Bukan Sekadar Trend dan Popularitas
Meski banyak yang
salah kaprah dalam memahami definisi jilbab tapi kita semua sepakat bahwa aurat
muslimah itu semua bagian tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan. Dan itu, harus (wajib) ditutup karena itu merupakan bagian dari pada bentuk keta’atan
seorang muslim terhadap Syare’atnya.
Seiring
dengan gencarnya dakwah Islam di tengah masyarakat, Alhamdulillah banyak
muslimah yang sadar untuk menutup aurat. Di satu pihak, hal ini kudu kita
syukuri. Tapi di pihak lain, ternyata jilbab marak itu hanya sekedar trend.
Parahnya, ada juga pihak yang menjadikan jilbab ini hanya sebatas simbol berupa
secarik kain penutup kepala. Bahkan akhir-akhir ini banyak pro dan kontra
tentang jilbab yang katanya sebagai komoditi politik golongan tertentu.
Inti
dari Islam adalah ketundukan. Tunduk dan patuh pada Dzat Yang Maha Menciptakan
dan Mengatur, termasuk dalam urusan berpakaian seorang muslimah. Dalam hal ini,
Allah telah mengaturnya dalam QS an-Nur [24]: 31 dan al-Ahzab [33]: 59 (untuk
isi ayat dan terjemahannya secara lengkap, silakan baca al-Quran yang kamu
punya ya..).
Ketika
Allah Swt. telah menetapkan satu syariat bagi manusia, maka tak ada pilihan
bagi manusia tersebut untuk memilih syariat/aturan lainnya. Perintah Allah ini
haruslah disambut dengan ketundukan dan keikhlasan dalam menjalankannya (nah,
biar lebih mantap, penjelasan ini bisa kamu baca di al-Quran surat al-Ahzab
ayat 36)
Meskipun
demikian, ternyata fakta di lapangan menunjukkan bahwa berjilbabnya seseorang
tidak selalu karena factor takwa. Banyak factor-faktor lain yang menyertai niat
seseorang ketika ia memutuskan menutup aurat. Ada yang berjilbab karena alasan
lebih simple dan nggak bingung memilih mode ketika akan bepergian. Ada juga
yang mengatakan dirinya terlihat lebih cantik bila berjilbab. Bahkan ada juga
yang mengatakan bahwa sudah waktunya berjilbab karena sudah berumur. Hanya anak
muda saja yang pantas untuk tidak berjilbab. Waduh…kacau juga ya.
Parahnya,
ada yang berjilbab karena bintang idolanya berjilbab juga(popularitas). Atau istri politisi tertentu berjilbab, sehingga
akhirnya hal ini jadi alasan untuk ikut pemilu dalam sistem kufur bernama
demokrasi. Bahkan saat ini jilbab menjadi salah satu media untuk mempolitisir
Islam.
Padahal
sesungguhnya, jilbab adalah satu bentuk kecil dari ketundukan dan ketaatan
seorang hamba kepada Khaliknya. Sedangkan bentuk ketaatan lainnya masih sangat
banyak yaitu dalam semua aspek kehidupan. Termasuk juga dalam menyalurkan
aspirasi politik, umat Islam kudu taat pada aturan Allah Ta’ala secara mutlak.
Tidak boleh hanya karena simbol jilbab terus jadi ikut-ikutan berpesta
demokrasi yang jelas-jelas menjadikan manusia sebagai berhala. Yang bersimbol
jilbab aja nggak boleh, apalagi bagi yang tidak berjilbab. Ini masalah prinsip
Bung! Bukan sekadar ikut-ikutan aja karena setiap amal pastilah akan dimintai
pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt.
Di
tengah suhu Indonesia yang panas dengan gempita pemilu, jilbab menjadi ramai
diperbincangkan. Ada pro dan kontra menyikapi soal jilbab ini. Ada yang
bersuara keras agar jilbab tidak dikaitkan dengan kepentingan politik apa pun.
Agama terlalu suci untuk dilibatkan dengan politik yang kotor, itu alasannya.
Tapi di sisi lain, ada juga pihak yang tersepona, eh, terpesona karena ada
sosok tertentu yang berjilbab sehingga menganggapnya lebih islami.
Agar
kamu nggak bingung, yuk kita dudukkan masalah jilbab dan politik ini di tempat
semestinya. Pertama, kamu kudu paham dulu makna politik. Dalam Islam, politik
adalah riayatus-syu’unil ummah, yaitu mengurusi urusan umat dengan satu sistem
tertentu yaitu Islam. Yang namanya urusan umat, itu bukan tentang jilbab saja.
Tapi sejak mulai bangun tidur hingga tidur lagi termasuk juga dalam mengelola
perekonomian, pendidikan, pidana, perdata dsb, itu juga bagian dari urusan
umat.
Islam
tidak mengenal sekularisme atau pemisahan agama dari kehidupan. Sebaliknya,
Islam adalah the way of life plus ideologi yang kudu ada pada diri
seseorang yang mengaku dirinya muslim. Karena tak ada sekulerisme, maka politik
pun menjadi bagian dari Islam. Ketika kamu sadar sebagai muslimah kudu
berjilbab, maka saat itulah kamu mempunyai kesadaran politik yang bagus.
See…ternyata makna politik tidak sesempit yang kamu kira sebelumnya.
Politik
tidak melulu bermakna kekuasaan. Tapi kekuasaan diperlukan untuk menegakkan
agama termasuk salah satunya adalah berjilbab. Mungkin kamu nggak pernah
ngalami yang namanya berjilbab diusir dari sekolah negeri. Itu karena saat itu
peraturan pemerintah melarang pemakaian jilbab di lingkungan akademis.
Walhasil, yang namanya muslimah berjilbab diseret dan diusir dari kelas menjadi
hal yang lazim sekaligus mengenaskan. Saya pun pernah diintimidasi aparat hanya
karena menolak foto KTP dan SIM yang memperlihatkan telinga.
Dari
cerita di atas, jelas banget kan kalo ternyata kebijakan politik yang pro
syariah itu sangat dibutuhkan. Dan syariah ini nggak akan mungkin kaaffah
(keseluruhan) dilaksanakan dalam sistem yang bernama demokrasi. Karena hakikat
demokrasi ini adalah suara terbanyak tak peduli halal dan haram. Jadi kalo
mayoritas bilang jilbab haram, maka sah saja negara bilang jilbab haram. Begitu
sebaliknya, bila pelacuran dikatakan halal karena ada maslahat di sana yaitu
pajak bagi negara, maka demokrasi pun mengesahkannya.
Intinya,
syariah Islam nggak bakal bisa sempurna penerapannya dalam sistem kufur bernama
demokrasi. Syariah hanya bisa tegak dalam sebuah sistem yang memang sudah ada
tuntunannya dalam Islam yaitu Khilafah Islamiyah. Inilah sebuah kepemimpinan
umum kaum muslimin sedunia tanpa ada sekat-sekat bernama nasionalisme.
Jilbab= simbol?
Ngomongin
jilbab ternyata tidak sederhana ya? Bukan melulu selembar kain penutup kepala
yang saat ini lagi trend dipakai perempuan. Aturan jilbab diturunkan bukan
tanpa maksud. Di dalam QS al-Ahzab ayat 59, Allah Swt. menyatakan bahwa agar
para muslimah itu mudah dikenali dan tidak diganggu. Para munafiqun biasanya
berdalih, bahwa hukum berjilbab tidak lagi wajib apabila muslimah tidak lagi
mendapat gangguan. Nah…lho… (ngarang deh lo!)
Di
posisi inilah keimanan seorang muslim teruji. Dalam melaksanakan syariat, bukan
manfaat yang kita kejar. Tapi harus murni karena taat dan tunduk pada Allah
semata. Apabila ada manfaat di dalamnya, itu hanya efek samping dan bukan
tujuan utama. Yakinlah, bahwa syariat yang berasal dari Allah Ta’ala itu pasti
membawa manfaat bagi manusia. Hanya karena kelemahan dan kebodohan manusia
saja, yang seringkali kita ini belum mampu menyibak makna di balik perintah dan
larangan Allah.
Jilbab
memang sebuah simbol, bahwa seseorang yang memakainya adalah perempuan muslim.
Jilbab adalah simbol bahwa muslimah yang memakainya itu (seharusnya) berbeda
daripada yang tidak memakai. Aneh banget bila berjilbab tapi masih suka
boncengan sama cowok non mahrom. Berjilbab tapi mojok berduaan dan beraktivitas
mesum, nauzhubillah. Jilbab sebagai simbol baju takwa seorang muslimah
menjadi runtuh. Sehingga tak heran banyak suara nyinyir yang mengatakan ‘lebih
baik nggak usah berjilbab kalo kelakuan masih bejat.’
Wah….ini
yang sering salah kaprah. Kalo ada cewek berjilbab yang tingkah lakunya nggak
senonoh, bukan jilbabnya yang salah. Tapi pribadi cewek tersebut yang kudu
dibenerin. Jangan malah, udah nggak berjilbab, kelakuan rusak lagi. Watau,
naudzhubillah. Jangan mau jadi tipe yang ini. Harusnya tuh, berjilbab dan
sholihah, itu cermin diri muslimah yang sebenarnya.
Nah,
bagi yang berjilbab tapi masih norak, juga kudu nyadar bahwa jilbab yang
tersandang itu mempunyai konsekuensi tertentu pula. Jadi udah nggak bisa
seenaknya sendiri ketawa ngakak di depan umum, terus runtang-runtung sama cowok
non mahrom. Jangan deh.
Jilbab
memang simbol tapi esensinya juga kudu harus dipahami. Jilbab adalah tabir bagi
muslimah dari berbuat maksiat dan dosa. Jilbab adalah sebuah identitas diri
bahwa pemakainya juga harus sesuai dengan apa yang dipakainya. Jilbab adalah
satu langkah awal untuk siap menerima aturan-aturan Allah lainnya termasuk
dalam hal pergaulan, batasan dengan lawan jenis, serta interaksi lainnya.
Jilbaber pejuang
Jilbab
adalah wajib bagi yang merasa dan mengaku dirinya perempuan muslim. Jilbab
memang terkait erat dengan politik tapi dalam makna yang benar. Meskipun
terkait erat dengan politik, tidak berarti bahwa seseorang yang sudah berjilbab
maka sudah tentu ia setuju dan memperjuangkan diterapkannya syariah. Dalam hal
ini, sebagai muslimah kamu kudu kritis dan selektif. Jangan mau diperdaya oleh
petinggi-petinggi partai yang berkoalisi demi empuknya kursi kekuasaan namun
menjual idealisme penegakan syariat Islam.
Terkait
dengan hasil pemilu yang baru saja berlalu, siapa pun pemenangnya, berjilbab
atau pun tidak istri para pemimpin tersebut, tetap hukum kufur aturannya. Jadi,
nggak usah terlalu gembira deh hanya karena partai islam tertentu berkoalisi
dengan pemimpin yang menang tersebut. Toh…keadaan tidak akan pernah berubah
karena syariat masih saja dianggap tidak perlu untuk ditegakkan.
Sistem
demokrasi, berhala manusia saat ini, masih saja tampil sebagai pemenang. Hal
ini tak ada kaitannya dengan kemenangan partai Islam tertentu, apalagi
kemenangan hasil koalisi dengan partai sekular. Jilbab benar-benar dianggap
hanya sekadar selembar kain yang tak mempunyai makna apa-apa. Naudzubillah.
Bila kepentingan duniawi telah mengalahkan cita-cita mulia partai dakwah, maka
tunggu saja ketika Allah akan memberikan keputusanNya.
So, para muslimah, WAKE UP! Di balik jilbab
yang kamu kenakan ada tanggung jawab besar untuk membuat perubahan. Jangan mau
terpedaya oleh slogan palsu yang mengatasnakaman Islam. Gimana supaya tak
gampang terpedaya? Belajar Islam yang kaafaah sebagai sistem kehidupan yang
utuh, bukan sepotong-sepotong. Bagaimana pun, harga sebuah idealisme harusnya
lebih mahal daripada kepentingan bagi-bagi kursi dalam pemerintahan yang tidak
islami. Cita-cita diterapkannya syariat Islam nggak boleh luntur secuil pun
dari perjuanganmu. Dan syariah Islam ini nggak mungkin bisa diterapkan kecuali
dalam sebuah sistem bernama Khilafah Islamiyah.
Jilbaber,
ayo berjuang bersama. Bagi yang belum berjilbab, ayo mulai saat ini tanamkan
tekad untuk memulai sebuah perubahan dalam dirimu. Di mana pun kamu berada dan
bergerak, samakan langkah agar tujuan lebih mudah teraih, insya Allah. Karena
sungguh tak ada kemuliaan kecuali dengan Islam, tak ada Islam tanpa syariah,
tak ada syariah kecuali dalam naungan daulah Khilafah Islamiyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar