Ada beberapa unsur kebudayaan masyarakat Indonesia sebelum mengenal tulisan , antara lain:
a. Sistem Kepercayaan
Kepercayaan
terhadap roh nenek moyang ini terus berkembang pada masa
bercocok tanam hingga masa perundagian. Pada masa bercocok
tanam, pemujaan roh nenek moyang diungkapkan dengan upacara
penguburan dan tradisi megalitikum,
maka orang yang masih hidup memuja roh tokoh itu untuk tetap
dapat melindungi mereka. Sedangkan pada masa perundagian
kepercayaan terhadap roh nenek moyang (animisme) makin menguat.
Hal ini tampak dari makin kompleksnya bentuk upacara-upacara
penghormatan, persajian, dan penguburan. Dinamisme, yaitu
kepercayaan yang menganggap bahwa setiap benda memiliki kekuatan
gaib, dan totemisme, yaitu kepercayaan terhadap hewan tertentu
yang dikeramatkan.
Manusia
yang terdiri atas jasmani dan rohani memunculkan suatu
kepercayaan bersifat rohani yang kemudian dipersonifikasikan dalam
bentuk riil. Sistem kepercayaan masyarakat Indonesia mulai tumbuh
pada masa hidup berburu dan mengumpulkan makanan, ini dibuktikan
dengan penemuan lukisan dinding gua di Sulawesi Selatan
berbentuk cap tangan merah dengan jari-jari yang direntangkan.
Lukisan itu diartikan sebagai sumber kekuatan atau simbol
perlindungan untuk mencegah roh jahat. Manusia di zaman hidup
bercocok tanam sudah percaya adanya dewa alam yang menciptakan
banjir, gunung meletus, gempa bumi, dan sebagainya.
b. Sistem Kemasyarakatan
Ketika
manusia hidup bercocok tanam dan jumlahnya bertambah besar,
sistem kemasyarakatan mulai tumbuh. Gotong-royong dirasakan
sebagai kewajiban yang mendasar dalam menjalani kegiatan hidup,
contohnya seperti menebang hutan, menangkap ikan, menebar benih,
dan lain-lain. Sistem kegotong-royongan, kekeluargaan, kerjasama,
dan pembagian kerja makin mantap dalam organisasi mesipun
sangat sederhana. Adanya upacara menunjukan masyarakat mulai
mengenal status sosial, kekerabatan, dan hubungan perkawinan.
Musyawarah merupakan cara pengambilan keputusan yang tepat.
c. Pertanian
Sistem persawahan mulai dikenal bangsa Indonesia sejak zaman neolitikum, yakni sejak manusia menetap secara permanen (sedenter). Mereka
terdorong untuk mengusahakan sesuatu yang menghasilkan (food
producing). Sistem persawahan diawali dari system ladang
sederhana yang belum banyak menggunakan teknologi, kemudian
meningkat dengan adanya teknologi pengairan hingga lahirlah
sistem persawahan.
Kehidupan
gotong-royong mulai teraktualisasi dalam system persawahan ini.
Dengan sistem bersawah, sekali pun sederhana, mereka sudah
memikirkan pengelolaan sawah yang intensif melalui program
Pancausaha Tani (pemilihan bibit unggul, pengolahan tanah,
irigasi, pemupukan, dan emberantasan hama).
d. Kemampuan Berlayar
Kemampuan
berlayar sudah dialami cukup lama oleh bangsa Indonesia,
kenyataan ini dilatar belakangi oleh cara kedatangan nenek
moyang bangsa Indonesia dari dataran Asia. Dan kemampuan itu
terus berkembang di tanah yang baru, mengingat kondisi
geografis Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau. Kemampuan
berlayar ini selanjutnya menjadi dasar dari kemampuan
berdagang. Itulah sebabnya, sejak awal masehi, bangsa Indonesia
sudah mulai berkiprah dalam jalur perdagangan internasional.
Nenek
moyang bangsa Indonesia datang dari Yunani sebelum Masehi.
Mereka sudah pandai mengarungi laut dan harus menggunakan perahu
untuk sampai di Indonesia. Kemampuan berlayar ini dikembangkan
di tanah baru, yaitu di Nusantara, mengingat kondisi geografi di
Nusantara terdiri banyak pulau. Kondisi ini mengharuskan
menggunakan perahu untuk mencapai kepulauan lainnya. Salah satu
cirri perahu yang dipergunakan nenek moyang kita adalah perahu
cadik, yaitu perahu yang menggunakan alat dari bambu atau kayu
yang dipasang di kanan kiri perahu. Pembuatan perahu biasanya
dilakukan secara gotong royong oleh kaum laki-laki. Setelah
masa perundagian, aktivitas pelayaran juga semakin meningkat.
Perahu bercadik yang merupakan alat angkut tertua tetap
dikembangkan sebagai alat transportasi serta perdagangan. Bukti
adanya kemampuan dan kemajuan berlayar tersebut terpahat pada
relief Candi Borobudur yang berasal dari abad ke-8. Relief
tersebut melukiskan tiga jenis perahu, yaitu
1) perahu besar yang bercadik,
2) perahu besar yang tidak bercadik, dan
3) perahu lesung
2) perahu besar yang tidak bercadik, dan
3) perahu lesung
e. Sistem Bahasa
Bahasa
yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia itu termasuk dalam
satu rumpun bahasa, yaitu rumpun bahasa Melayu Austronesia atau
bahasa Melayu kepulauan Selatan. Menurut H.Kern, bahasa
Austronesia yang sampai ke Indonesia ini berasal dari daerah
Campa, Vietnam, Kamboja, dan sekitarnya. Bahasa ini digunakan
oleh masyarakat sebagai alat komunikasi antara warga yang satu
dengan warga yang lainnya.
f. Ilmu Pengetahuan
Sebelum
pengaruh Hindu-Buddha, masyarakat Indonesia telah mengenal ilmu
pengetahuan dan teknologi. Masyarakat telah memanfaatkan angin
musim sebagai tenaga penggerak dalam aktivitas pelayaran dan
perdagangan. Juga mengenai ilmu astronomi, sebagai petunjuk arah
dalam pelayaran atau sebagai petunjuk waktu dalam bidang
pertanian.
Pengetahuan
astronomi (ilmu perbintangan) sudah dimiliki nenek moyang bangsa
Indonesia. Masyarakat Indonesia telah mengenal ilmu pengetahuan
dan memanfaatkan teknologi angin musim sebagai tenaga penggerak
dalam aktivitas pelayaran dan perdagangan. Selain digunakan untuk
mengenali musim, ilmu astronomi juga sudah dimanfaatkan sebagai
petunjuk arah dalam pelayaran, yaitu Bintang Biduk Selatan dan
Bintang Pari (orang Jawa menyebut Lintang Gubug Penceng) untuk
menunjuk arah selatan serta Bintang Biduk Utara untuk
menunjukkan arah utara. Kemampuan astronomi dan angin musim ini
telah mengantarkan mereka berlayar ke barat sampai di Pulau
Madagaskar, ke timur sampai di Pulau Paskah, dan ke selatan
sampai di Selandia Baru serta ke arah utara sampai di Kepulauan
Jepang. Pengetahuan astronomi juga digunakan dalam pertanian
dengan memanfaatkan Bintang Waluku sebagai pertanda awal musim
hujan.
g. Organisasi Sosial
Sebagai
makhluk sosial, manusia tidak akan dapat hidup sendiri tanpa
kelompok masyarakat. Kelompok masyarakat itu lebih dikenal dengan
sebutan suku.
Nenek
moyang kita hidup berkelompok. Mereka bersepakat untuk hidup
secara bersama, hidup gotong royong, dan demokratis. Mereka
memilih seorang pemimpin yang dianggap dapat melindungi masyarakat
dari berbagai gangguan termasuk gangguan roh sehingga seorang
pemimpin dianggap memiliki kesaktian lebih. Cara pemilihan
pemimpin yang demikian disebut primus inter pares, yaitu yang
terutama diantara yang banyak. Jadi, seorang pemimpin adalah
yang terbaik bagi mereka bersama.
h. Teknologi
Sejak
masa pra-sejarah, masyarakat Indonesia telah mengenal teknik
pengecoran logam, dan masyarakat juga telah mengenal teknik
pembuatan perahu bercadik dan perahu bercadik itu dapat
digunakan sebagai sarana transportasi dan sarana dalam
perdagangan.
i. Kesenian
Masyarakat
pra-sejarah telah mengenal kesenian sebagai hiburan untuk
mengisi waktu senggang. Waktu senggang itulah yang mereka
pergunakan untuk mewujudkan dan menyalurkan jiwa seni mereka
seperti seni mebuat batik, membuat gamelan, seni wayang dan
lain-lain. Akan tetapi seni wayang biasanya dipertunjukan setelah
panen dengan lakon cerita tentang kehidupan alam sekitar
mereka.
1. Kesenian Wayang
Kesenian
wayang semula berpangkal pada pemujaan roh nenek moyang.
Semula wayang diwujudkan sebagai boneka nenek moyang yang
dimainkan oleh dalang pada malam hari. Dengan beralaskan tirai
dan tata lampu di belakangnya serta boneka yang digerak-gerakkan
sehingga terlihat bayangan boneka seolah-olah shidup. Jika
dalang kemasukan roh nenek moyang, sang dalang akan menyuarakan
suara nenek moyang yang berisi nasihat-nasihat kepada anak cucu
mereka. Setelah kedatangan hinduisme ke nusantara maka kisah
nenek moyang digantikan kisah Ramayana dan Mahabharata. Bonekanya
kemudian diganti dengan bentuk tokoh dalam cerita Mahabharata.
Fungsinya pun beralih sebagai pertunjukan dan penontonnya melihat
dari depan tirai.
2. Seni Gamelan
Seni
gamelan ada kaitannya dengan seni wayang. Seni gamelan ini
dipakai untuk mengiringi pertunjukkan wayang. Pada waktu musim
bercocok tanam sudah usai masyarakat kuno itu membuat alat
musik gamelan, mengembangkan seni membatik, dan mengadakan
pertunjukan wayang semalam suntuk untuk dapat dilihat oleh
masyarakat di sekitarnya.
3. Seni Membatik
Seni
membatik merupakan kerajinan membuat gambar pada kain. Cara
menggambarnya mempergunakan alat canting yang diisi bahan cairan
lilin (orang Jawa menyebutnya malam) yang telah dipanaskan, lalu
dilukiskan pada kain sesuai motifnya.
j. Sistem Ekonomi
Masyarakat
pada setiap daerah tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan
hidupnya, untuk itu mereka menjalin hubungan perdagangan dengan
daerah-daerah lainnya. Hubungan perdagangan yang mereka kenal
pada saat itu adalah system barter, yaitu pertukaran barang
dengan barang.
Kebutuhan
hidup manusia selalu menuntut untuk dipenuhi. Untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, masyarakat kuno saling bertukar barang
(barter) dari satu wilayah ke wilayah lain.
Jejak Sejarah Indonesia
1. Folklore
Folklore
sering diidentikkan dengan tradisi dan kesenian yang berkembang
pada zaman sejarah dan telah menyatu dalam kehidupan
masyarakat. Di dalam masyarakat Indonesia, setiap daerah,
kelompok, etnis, suku, bangsa, golongan agama masing-masing
telah mengembangkan folklorenya sendiri-sendiri sehingga di
Indonesia terdapat aneka ragam folklore. Folklore ialah kebudayaan
manusia (kolektif) yang diwariskan secara turun-temurun, baik
dalam bentuk lisan maupun gerak isyarat. Dapat juga diartikan
Folklore adalah adat-istiadat tradisonal dan cerita rakyat yang
diwariskan secara turun-temurun, dan tidak dibukukan merupakan
kebudayaan kolektif yang tersebar dan diwariskan turun menurun.
Kata folklor merupakan
pengindonesiaan dari bahasa Inggris. Kata tersebut merupakan
kata majemuk yang berasal dari dua kata dasar yaitu folk dan
lore. Menurut Alan Dundes kata folk berarti sekelompok orang
yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan
sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok sosial lainnya.
Ciri-ciri pengenal itu antara lain, berupa warna kulit, bentuk
rambut, mata pencaharian, bahasa, taraf pendidikan, dan agama
yang sama. Namun, yang lebih penting lagi adalah bahwa mereka
telah memiliki suatu tradisi, yaitu kebudayaan yang telah mereka
warisi secara turun-temurun, sedikitnya dua generasi, yang
telah mereka akui sebagai milik bersama. Selain itu, yang
paling penting adalah bahwa mereka memiliki kesadaran akan
identitas kelompok mereka sendiri. Kata lore merupakan tradisi
dari folk, yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan secara
lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak
isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device). Dengan
demikian, pengertian folklore adalah bagian dari kebudayaan yang
disebarkan dan diwariskan secara tradisional, baik dalam bentuk lisan
maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu
pengingat.
Ciri-ciri Folklore
Agar
dapat membedakan antara folklor dengan kebudayaan lainnya, harus
diketahui ciri-ciri utama folklor. Folklor memiliki ciri-ciri sebagai
berikut.
a. Penyebaran
dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yaitu melalui tutur
kata dari mulut ke mulut dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
b. Bersifat tradisional, yaitu disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar.
c. Berkembang
dalam versi yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan penyebarannya secara
lisan sehingga folklor mudah mengalami perubahan. Akan tetapi, bentuk
dasarnya tetap bertahan.
d. Bersifat anonim, artinya pembuatnya sudah tidak diketahui lagi orangnya.
e. Biasanya
mempunyai bentuk berpola. Kata-kata pembukanya misalnya. Menurut
sahibil hikayat (menurut yang empunya cerita) atau dalam bahasa Jawa
misalnya dimulai dengan kalimat anuju sawijing dina (pada suatu hari).
f. Mempunyai
manfaat dalam kehidupan kolektif. Cerita rakyat misalnya berguna
sebagai alat pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan cerminan
keinginan terpendam.
g. Bersifat
pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan
logika umum. Ciri ini terutama berlaku bagi folklor lisan dan sebagian
lisan.
h. Menjadi milik bersama (colective) dari masyarakat tertentu.
i. Pada
umumnya bersifat lugu atau polos sehingga seringkali kelihatannya kasar
atau terlalu sopan. Hal itu disebabkan banyak folklor merupakan
proyeksi (cerminan) emosi manusia yang jujur.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, Balai Pustaka, tahun
1990), folklore merupakan suatu adat istiadat tradisional dan
cerita rakyat yang diwariskan secara turun-temurun, tetapi tidak
dibukukan. Folklore dapat dibedakan menjadi dua, antara lain.
a. Folklore Lisan
Adalah folklore yang diciptakan, disebarluaskan, dan diwariskan dalam bentuk lisan, antara lain:
1.
Bahasa Rakyat, adalah bahasa yang dijadikan sebagai alat komunikasi
diantara rakyat dalam suatu masyarakat atau bahasa yang dijadikan
sebagai sarana pergaulan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Teka-teki, teka-teki dikenal sebagai sarana hiburan dan latihan mengasah otak atau pikiran.
3. Puisi, adalah ragam sastra yang bahasa terikat oleh irama, matra, rima, dan penyusunan lirik dan bait.
4. Cerita Rakyat, adalah suatu ceritera yang disampaikan secara turun-temurun atau dari mulut-kemulut didalam masyarakat.
5.
Nyanyian Rakyat, merupakan sebuah tradisi lisan dari satu masyarakat
yang diungkapkan melalui nyanyian atau tembang tradisional.
b. Folklore Bukan Lisan
Adalah
folklore yang diciptakan, disebarluaskan dan diwariskan tidak dalam
bentuk lisan, tetapi dalam bentuk benda-bena hasil kebudayaan manusia,
antara lain:
a. Arsitektur Rakyat, merupakan sebuah seni atau ilmu merancang bangunan.
b.
Kerajinan Tangan Rakyat, pada saat itu kerajinan tangan rakyat hanya
dilakukan apa bila ada waktu senggang atau untuk kebutuhan rumah tangga,
dan sebagian besar bahannya diambil dari bamboo atau kayu.
c. Pakaian dan Perhiasan Tradisional, setiap daerah di Indonesia memiliki pakaian atau perhiasan tradisional yang khas.
d.
Obat-obatan Tradisional, disetiap masyarakat, selalu ada satu atau
beberapa orang yang ahli dalam mendeteksi penyakit maupun dalam
menentukan ramuan yang cocok untuk mengobati penyakit tersebut, dan
bahan ramuannya pun hamper seluruhnya berasal dari alam
Fungsi Folklore
Adapun fungsi folklor, yaitu sebagai berikut:
a. Sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif.
b. Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan.
c. Sebagai alat pendidik anak.
d. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.
Salah satu cara kita untuk melacak bagaimana kesadaran sejarah yang mereka miliki ialah dengan melihat bentuk folklor. Bentuk
folklor yang berkaitan dengan kesadaran sejarah adalah cerita prosa rakyat. Termasuk prosa rakyat antara lain mite atau mitologi dan legenda.
a. Sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif.
b. Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan.
c. Sebagai alat pendidik anak.
d. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.
Salah satu cara kita untuk melacak bagaimana kesadaran sejarah yang mereka miliki ialah dengan melihat bentuk folklor. Bentuk
folklor yang berkaitan dengan kesadaran sejarah adalah cerita prosa rakyat. Termasuk prosa rakyat antara lain mite atau mitologi dan legenda.
2. Mitologi
Istilah
Mitologi telah dipakai sejak abad 15, dan berati “ilmu yang menjelaskan
tentang mitos”. Di masa sekarang, Mitologi menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1997) adalah ilmu tentang bentuk sastra yang mengandung konsepsi dan dongeng suci mengenai kehidupan Dewa dan makhluk halus di suatu kebudayaan. Menurut pakarnya, Mitos tidak boleh disamakan dengan fabel, legenda, cerita rakyat, dongeng, anekdot atau kisah fiksi. Mitos dan agama juga berbeda, namun meliputi beberapa aspek.
Mitologi
terkait dekat dengan legenda maupun cerita rakyat. Tidak seperti
mitologi, pada cerita rakyat, waktu dan tempat tidak spesifik dan
ceritanya tidak dinggap sebagai suatu yang suci yang dipercaya
kebenarannya. Sedangkan legenda, meskipun kejadiannya dianggap benar,
pelaku-pelakunya pada legenda adalah manusia bukan dewa dan monster seperti pada mitologi.
Mitologi
juga berarti cerita tentang asal mulanya alam semesta, manusia, dan
bangsa yang diungkapkan dengan cara-cara gaib dan mengandung arti sangat
dalam.
3. Legenda
Legenda (bahasa Latin:
legere) adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang mempunyai
cerita sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi. Oleh karena itu,
legenda sering kali dianggap sebagai "sejarah" kolektif (folk history).
Walaupun demikian, karena tidak tertulis, maka kisah tersebut telah
mengalami distorsi
sehingga sering kali jauh berbeda dengan kisah aslinya. Oleh karena
itu, jika legenda hendak dipergunakan sebagai bahan untuk merekonstruksi
sejarah, maka legenda harus dibersihkan terlebih dahulu
bagian-bagiannya dari yang mengandung sifat-sifat folklor Menurut Pudentia legenda adalah cerita yang dipercaya oleh beberapa penduduk setempat benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci atau sakral yang juga membedakannya dengan mite. Dalam KBBI
2005, legenda adalah cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada
hubungannya dengan peristiwa sejarah. Menurut Emeis legenda adalah
cerita kuno yang setengah berdasarkan sejarah dan yang setengah lagi
berdasarkan angan-angan. Menurut William R. Bascom legenda
adalah cerita yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan mite, yaitu
dianggap benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Menurut
Hooykaas, legenda adalah dongeng tentang hal-hal yang
berdasarkan sejarah yang mengandung sesuatu hal yang ajaib atau kejadian
yang menandakan kesaktian.
Adalah
sebuah cerita rakyat pada masa lampau yang masih memiliki hubungan
dengan peristiwa-peristiwa sejarah atau dengan dongeng-dongeng seperti
cerita tentang terbentuknya suatu negeri, danau, gunung, dan sebagainya.
Contoh : Leganda Wali Song, Ande-Ande Lumut, dll.
4. Upacara
Adalah
rangkaian tindakan atau perbuatan yang terkait pada aturan-aturan
tertentu berdasarkan adat istiadat, agama, atau pun kepercayaan. Adapun
jenis-jenis upacara, antara lain:
a. Upacara
Penguburan, merupakan upacara yang pertama kali dikenal dalam kehidupan
manusia sebelum mengenal tulisan atau sebelum masuknya pengaruh
Hindu-Budha. Upacara ini muncul karena kepercayaan bahwa roh orang yang
meninggal akan pergi ke suatu tempat yang tidak jauh dari lingkungan
dimana ia pernah tinggal.
b. Upacara
Perkawinan, dalam arti yang lebih luas, perkawinan tidak hanya
melibatkan dua orang yang saling mencintai tetapi juga melibatkan
keluarga dari kedua mempelai.
c. Upacara
Pengukuhan Kepala Suku, untuk menjadi seorang kepala suku, seseorang
harus terbukti memiliki kekuatan, keahlian, pengalaman, atau pengaruh
yang lebih dibandingkan dengan orang lain karena beratnya tanggung jawab
yang akan dipikulnya. Biasanya kepala suku berfungsi sebagai pelindung
kelompok sukunya dari berbagai ancaman.
d. Upacara
Sebelum Perang, pada saat itu peperangan antar kelompok sering sekali
terjadi, dan biasanya peperangan disebabkan oleh beberapa hal, antara
lain:
- Masalah perbatasan
- Ingin menguasai daerah dari kelompok suku lain
- Masalah yang timbul dari hubungan yang kurang harmonis antaranggota dari kedua kelompok suku
- Membuktikan ketangguhan dan kekuatan dari masing-masing kelompok sukunya
- Mempertahankan harga diri suku.
5. Lagu Daerah
Lagu
merupakan syair-syair yang ditembangkan dengan irama yang menarik,
sedangkan lagu daerah adalah lagu yang menggunakan bahasa daerah. Nyanyian rakyat menurut Jan Garlod Brunvand dianggap sebagai salah satu bentuk
(genre) Folklore yang terdiri dari teks dan lagu yang beredar secara
lisan diantara anggota kolektif tertentu dan mempunyai banyak varian.
Fungsi nyanyian rakyat :
1. Membebaskan orang dari kejenuhan dan untuk menghibur diri meskipun hanya bersifat sementara sehingga nyanyian menjadi pelipur lara.
2. Mambangkitkan semangat
3. Memelihara sejarah tempat san klan (Keluarga Besar)
4. Mengunkapkan suatu bentuk protes sosial terhadap yang terjadi.
Daftar Beberapa lagu daerah
No
|
Nama Lagu
|
Asal Daerah
|
1
|
Sajojo
| |
2
|
Sansaro
| |
3
|
Sapu Nyere Pegat Simpai
| |
4
|
Saputangan Bapuncu Ampat
| |
5
|
Sarinande
| |
6
|
Saule
| |
7
|
Say Selamat Masinegar
| |
8
|
Sayang Kene
| |
9
|
Selendang Mayang
| |
10
|
Sengko-sengko
| |
11
|
Seringgit Dua Kupang
| |
12
|
Si Patokaan
| |
13
|
Bajing Luncat
|
Jawa Barat
|
14
|
Sinanggar Tulo
| |
15
|
Sing Sing So
| |
16
|
Sinom
| |
17
|
Sirih Kuning
| |
18
|
Sitara Tillo
| |
19
|
Soleram
| |
20
|
Sory Ya Katulla
| |
21
|
Sudah Berlayar
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar